Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Setyanto, menyampaikan inflasi yang terjadi di seluruh kabupaten/kota wilayah Indonesia disebabkan oleh beragam komoditas. Sehingga, hal ini memicu kesenjangan harga atau disparitas harga komoditas yang berbeda dari wilayah penghasil komoditas dan wilayah bukan penghasil komoditas.
Setyanto menyebutkan, dari variabel 20 komoditas bahan pangan terpilih, terdapat 10 kabupaten/kota yang mengalami disparitas harga paling tinggi. Sebagian besar kabupaten/kota tersebut berada di bagian Timur Indonesia.
“Yang mengalami disparitas harga komoditas tertinggi ada Melawi (158,85), Mamberamo Tengah (163,98), Maybrat (164,16), Pegunungan Arfak (176,92), Tambrauw (185,13), Kaimana (185,92), Dogiyai (186,50), Lanny Jaya (191,88), Jayawijaya (221,39), dan Puncak (230,16),” ujar Setyanto dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah, Senin (31/10).
Ditambahkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, adanya disparitas harga di masing-masing kabupaten/kota di Indonesia harus segera ditindaklanjuti. Salah satu yang paling terasa pada disparitas harga adalah komoditi beras.
Dari laporan yang disampaikan Arief, harga eceran rata-rata beras secara nasional adalah Rp12.400 per kilogram (kg). Namun, saat ini beras menjadi komoditas pendorong inflasi di seluruh provinsi di Indonesia, sehingga Bapanas menyimpulkan, harga eceran beras paling tinggi di Indonesia saat ini ada di provinsi Papua Barat, yakni senilai Rp15.980 per kg. Sementara, untuk harga terendah di provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu Rp10.710 per kg.
Menurut Arief, pernyataan ini berdasarkan hasil survei Bapanas yang merujuk pada Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras premium berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 57 Tahun 2017.
“Ini harus menjadi perhatian kita bersama bapak ibu gubernur dan bupati juga walikota. Mohon dikolaborasikan antara dinas pangan dan dinas perdagangan dalam rangka penanganan inflasi,” ucap Arief dalam paparannya.
Arief juga mengklaim pihaknya telah melakukan beberapa langkah dalam mengintervensi laju inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga komoditas di beberapa daerah, di antaranya melakukan fasilitasi distribusi pangan dengan menyalurkan komoditas yang surplus di suatu wilayah ke wilayah lain yang defisit. Selain itu, juga melakukan bantuan operasi pasar yang dikemas dengan kegiatan gerakan pangan murah.
“Kami sudah menitipkan beberapa langkah kepada 514 kab/kota dinas pangan dan 34 dinas pangan provinsi untuk menyiapkan langkah-langkah pelaksanaan gerakan pangan murah atau operasi pasar serta penyiapan fasilitas distribusi pangan. Sehingga kita bisa melakukan secara berkesinambungan dua bulan ini baik di tempat yang harganya tinggi maupun rendah,” tuturnya.
Arief juga menegaskan bahwa Bapanas akan membantu daerah yang memiliki keterbatasan atau kekurangan pembiayaan dari dana transfer umum (DTU) untuk menangani inflasi ini.
“Bapanas siap membantu kalau dari sisi anggaran tidak ada anggaran atau kekurangan anggaran DTU, sehingga kami siap membantu, sehingga pelaksanaan pengendalian inflasi dua bulan ini bisa terlaksana,” kata Arief.
Seperti diketahui, pemerintah telah menganggarkan bantuan sosial untuk pemerintah daerah, yakni setiap daerah memperoleh 2% dari anggaran DTU. Ketentuan ini sudah tercantum dalam Peraturan menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun Anggaran 2022.
Terkait persiapan fasilitas distribusi dan bantuan operasi pasar, Arief meminta kepada seluruh pemerintah provinsi agar menyiapkan data kebutuhan komoditas apa saja yang perlu distabilkan harganya di masing-masing kabupaten/kota dalam jangka dua minggu.
“Melalui dua kegiatan ini maka diharapkan menjelang natal dan tahun baru, harga-harga pangan tidak melonjak,” tuturnya.