Pengusaha kertas dan bubur kertas mengalami kendala dalam pengurusan perizinan dalam pengembalian (reekspor) bahan baku dari negara lain. Bahan baku impor ini teridentifikasi tercemar limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida mengatakan proses pengurusan izin reekspor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memakan waktu hingga empat bulan. Dengan demikian, pengusaha pulp dan kertas mengalami kerugian hingga Rp2 miliar.
"Proses izinnya itu biasanya bisa lama banget sampai empat bulan, padahal kan harus cepat," kata Liana di Jakarta, Selasa (12/11)/
Liana mengatakan, sesuai dengan peraturan menteri perdagangan, jika impor sampah tersebut ternyata ditemukan limbah B3, maka importir harus melakukan ekspor kembali. Hanya saja proses tersebut membutuhkan izin dari lembaga terkait. Liana mengaku selama ini pihaknya belum diajak bicara oleh kementerian terkait mengenai permasalahan tersebut.
Dia pun mempertanyakan kriteria mengenai sampah yang tergolong bersih dan tercemar. Sebab, lanjutnya, sampah yang tercemar limbah tersebut harus memiliki kriteria yang jelas agar dapat masuk ke negara eksportir. Dia mengatakan, sampai saat ini belum menerima bukti tertulis soal kontainer yang tercemar limbah B3.
"Negara yang dituduh harus ada bukti kalau itu limbah B3, nggak bisa kalau hanya ngomong," jelasnya.
Liana menuturkan, hingga saat ini pun definisi antar kementerian y belum sama mengenai kriteria sampah yang bersih dan tercemar meski Indonesia sudah mengakui definisi internasional yang diprakarsai Konvensi Basel.
"Karena definisi limbah B3 satu dengan yang lain gak sama antar persepsi kementerian," ucapnya.
Sementara itu, Kasubdit Impor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Djanurindro Wibowo mengatakan proses pemeriksaan dan pengembalian sampah impor yang tercemar limbah B3 hanya membutuhkan waktu 30 hari, karena tidak mungkin berlama-lama tertahan di pelabuhan.
"Kalau di kita kan sudah buatkan (aturannya) biasanya tidak lebih dari 30 hari. Karena kan di pelabuhan itu nggak boleh lama," ucapnya.
Dia pun mengatakan masih tertahannya 1.064 kontainer yang belum terverifikasi di pelabuhan Tanjung Priok apakah tercemar limbah B3 atau bersih, disebabkan karena belum adanya pengajuan pemberitahuan impor barang (PIB) dari importir sehingga belum dapat ditentukan statusnya.
"Yang tersisa itu karena belum diajukan. Jadi barangnya sudah datang, dia belum mengajukan dokumen pemberitahuan impor barang (PIB). Belum bisa diproses," lanjutnya.
Namun demikian, kata Djanurindro, saat ini sudah ada kontainer yang tercemar B3 yang dikirim kembali ke negara asalnya. Berdasarkan data Ditjen Bea Cukai, jumlah kontainer yang sudah direekspor ulang itu sebanyak 374 kontainer.
Akan tetapi, dari 374 kontainer yang dikirim kembali, belum satu pun yang mencapai ke negara asalnya setelah 12 hari kerja. Waktu itu terhitung sejak Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi pada 31 Oktober lalu mengatakan akan memprosesnya selama 30 hari.
"Masih di perjalanan ya, saya belum pantau ya kondisi yang sekarang. Waktu yang prescon saya mendampingi Pak Dirjen itu masih di perjalanan," jelas Djanurindro.
Untuk diketahui, sampah impor tersebut datang dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Belanda, Slovenia, Spanyol, Jepang, Hongkong, dan Inggris.