Kenaikan imbal hasil (yield) obligasi negara Amerika Serikat (US Treasury Bond atau T-Bond) sepanjang pekan lalu telah mendorong kenaikan yield Surat Berharga Negara (SBN). Pekan lalu, T-bond sempat melesat hingga 1,52%. Level tersebut merupakan level tertinggi sejak awal Februari 2020, yang memicu koreksi harga SBN di berbagai negara, tidak terkecuali di Indonesia.
Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi Bahana TCW Budi Hikmat mengatakan, kenaikan yield T-bond merefleksikan kepercayaan pasar akan pemulihan ekonomi AS, sehingga berpotensi memicu inflasi. Penguatan ekonomi di negeri Paman Sam ditunjukkan dengan kenaikan upah di AS yang tumbuh 5,4% yoy di Januari 2021, menyusul kenaikan harga properti 10.86% yoy yang jauh di atas rata-rata sebesar 5%.
“Dengan harga penjualan rumah yang masih bisa naik dan kenaikan upah di masa pandemi, menunjukkan perekonomian Amerika menguat, apalagi bila vaksinasi sukses. Inilah yang melandasi kenaikan yield T-bond dan ini kabar baik untuk asset seperti saham,” kata Budi dalam keterangan pers, Selasa (2/3).
Selain itu, Bahana TCW juga mencermati langkah Bank Indonesia dalam melakukan pengendalian di pasar sekunder untuk pertama kalinya pada 2021. Sejak pandemi, BI memang terlihat fokus dalam menstabilkan pasar obligasi, terutama di pasar sekunder.
Kendati asing melakukan take profit di pasar obligasi, Bahana TCW melihat obligasi masih positif, mengingat arus dana asing masih mengalir sebesar Rp2,5 triliun sepanjang tahun 2021 (ytd).
“Mencermati koreksi yield SBN yang melonjak hingga mendekati 6,6%, kami merekomendasikan agar investor dapat mengambil peluang untuk berinvestasi di pasar obligasi selain berinvestasi di dalam saham,” ujar Budi.
Bahana TCW memproyeksi, yield obligasi negara berada di level 5,8% pada akhir tahun. Investor domestik kini memiliki pilihan untuk membeli SBN di pasar primer melalui lelang dan atau membeli di pasar sekunder yang harganya tengah jatuh.