Permintaan terhadap komoditas produksi Indonesia berpeluang mengisi pasar-pasar yang suplainya terganggu oleh perang Rusia-Ukraina. Musim dingin semakin membuat banyak negara membutuhkan pasokan barang yang antara lain berupa komoditas asal Indonesia.
“Negara-negara maju, khususnya yang mengalami musim dingin, akan bersikap pragmatis akibat perang Rusia dan Ukraina yang tidak jelas kapan berakhir. Negara-negara lain membutuhkan pasokan komoditas yang cepat, seperti batu bara. Hal ini bisa menjadi meningkatkan ekspor Indonesia,” ujar mantan Menristek/mantan Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro dalam webinar nasional Moya Institute bertema “Antisipasi Resesi Global 2023: Kasus Indonesia”, Jumat (25/11/2022).
Menyikapi ancaman resesi global 2023, Bambang menyarankan agar pemerintah mengendalikan angka inflasi pangan. Bukan sekadar menjaga harga, tapi juga memastikan distribusi merata ke masyarakat terlaksana baik.
Politikus reformasi Fahri Hamzah mengatakan, pemerintah Indonesia harus mampu menyadari dan memahami potensi resesi global 2023, yang diperkirakan para analis bakal terjadi.
“Ancaman krisis ini jangka panjang atau pendek? Patut dipahami ini adalah krisis yang sistemik karena di situ ada menyangkut ideologi. Ada ideologi kapitalisme yang tetap serakah, di tengah-tengah krisis, sehingga menyebabkan krisis semakin akut,” ucap Fahri.
Oleh sebab itu, Fahri meminta, Indonesia jangan sampai menjadi negara korban eksploitasi, karena keserakahan ekonomi negara kapitalis dan lebih terbuka melihat gejolak dunia.
Mantan Ketua Wantimpres yang juga ekonom senior UGM Sri Adiningsih mengemukakan, dunia saat ini memang sedang mengalami banyak perubahan sebagai akibat dampak pandemi Covid-19. Termasuk, kata Sri Adiningsih, menyoal pemulihan ekonomi masing-masing negara di dunia. Namun Indonesia masih beruntung sebab ekonominya relatif tetap baik di tengah pandemi.
“Indonesia masih memiliki daya tahan yang terjaga. Ada beberapa kekuatan ekonomi Indonesia tetap bertahan dan diperkirakan tidak terseret ancaman resesi global tahun depan,” ujarnya.
Sri Adiningsih menjelaskan, faktor penopang ekonomi Indonesia antara lain terdapat pada berkurangnya restrukturisasi perbankan, neraca perdagangan membaik meski mulai ada tekanan, produksi pertanian tetap menanjak, dan jumlah penduduk yang bisa dikapitalisasi.
Secara terpisah, pemerhati isu-isu strategis Prof Imron Cotan optimistis pemerintah Indonesia mampu menghadapi badai ekonomi yang diperkirakan para pakar akan terjadi pada 2023. Menurutnya, perekonomian Indonesia tidak terlalu terekspos kepada sistem Bretton Woods, di samping memiliki komoditas ekspor unggulan yaitu batu bara, CPO, bauksit, dan nikel. Komoditas-komoditas strategis ini tetap akan dibutuhkan negara-negara konsumen, terlepas krisis terjadi atau tidak. “Terbukti dengan pertumbuhan positif ekonomi nasional yang menurut Menkeu saat ini mencapai 6,6%,” ujarnya.