Bank digital berebut kue kredit UMKM
Porsi penyaluran kredit perbankan ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM masih minim. Berdasarkan laporan analisis uang beredar Oktober 2023 yang dirilis Bank Indonesia (BI) baru-baru ini, penyaluran kredit UMKM mencapai Rp1.340,8 triliun atau 19,52% terhadap total keseluruhan kredit pada Oktober 2023. Angka itu tak jauh beranjak dari posisi akhir 2022 yang mencapai Rp1.263,8 triliun atau sekitar 19,85% dari total kredit perbankan saat itu.
Meski mengalami pertumbuhan, namun penyaluran kredit UMKM masih di jauh dari target yang ditetapkan pemerintah, yakni 30% pada 2024. Kue inilah yang ingin dicaplok perbankan digital dan layanannya.
Bank milik Astra Financial, PT Bank Jasa Jakarta (BJJ), salah satunya. Bank yang diakuisisi Astra bersama WeLab Sky Limited ini membidik segmen ritel dan UMKM lewat layanan digitalnya bernama Bank Saqu.
BJJ diambil alih dengan nilai transaksi mencapai US$500 juta. Dengan akuisisi ini, WeLab dan Astra Financial masing-masing memiliki saham BJJ sebesar 49,56%, dan menjadi pemegang saham mayoritas sekaligus pengendali BJJ. Sebelumnya Astra berencana menyulap BJJ menjadi bank digital.
"Kehadiran Bank Saqu menjadi wujud aspirasi kami untuk menyediakan jasa layanan keuangan prima, khususnya bagi segmen ritel dan UMKM dan turut serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bank Saqu akan mendukung, melengkapi dan memperkuat ekosistem jasa keuangan Grup Astra, serta mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia," ujar Direktur Astra sekaligus Director-in-Charge Astra Financial, Suparno Djasmin, dikutip Selasa (5/12).
Simon Loong, Founder dan Group CEO WeLab mengatakan Bank Saqu merupakan layanan perbankan digital kedua WeLab di Asia. "Kehadiran Bank Saqu sejalan dengan fokus strategis untuk memperluas kehadiran kami dan menyediakan layanan keuangan berbasis teknologi, dimulai di Hong Kong dan kini di Indonesia.”
Simon menyebut pengembangan sistem bank dengan layanan digital ini berlangsung singkat hanya enam bulan atau lebih cepat ketimbang layanan serupa yang biasanya memakan waktu 18 bulan sampai 24 bulan.
Bank Saqu menyasar generasi muda, terutama para solopreneur di Indonesia, mencakup pemilik usaha kecil, pekerja lepas, dan karyawan tetap dengan pekerjaan tambahan. Segmen ini dinilai secara proaktif mencari cara untuk bertumbuh, menabung lebih banyak, berinvestasi lebih banyak, dan mengambil pinjaman untuk upaya produktif, guna mencapai lebih banyak hal positif di masa depan.
“Layanan kami diciptakan untuk mendefinisikan kembali bagaimana solopreneur harus mengelola uang mereka, baik secara pribadi maupun bisnis. Dengan beberapa kantong berbeda (Saku) dalam satu aplikasi perbankan, para solopreneur dapat mengelola keuangan mereka secara strategis, mengalokasikan sumber daya, dan turut merasakan bisnis mereka berkembang,” ujar Presiden Direktur Bank Jasa Jakarta Leo Koesmanto.
PT Bank Mayora yang telah berganti nama menjadi Hibank juga fokus pada segmen UMKM. Anak usaha PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) ini terus bertransformasi untuk memantapkan langkah meraup pasar UMKM di Indonesia.
"Hibank akan kami dorong dapat meningkatkan kinerja di segmen UMKM khususnya dalam upaya memberi kontribusi positif membangun negeri," ujar Direktur Utama BNI Royke Tumilaar, Kamis (25/5).
Pada kuartal I-2023, Hibank menyalurkan kredit dengan total Rp4,19 triliun. Aset Hibank mencapai Rp11,62 triliun pada tiga bulan pertama tahun ini.
Unggul dalam inovasi
Pengamat Perbankan Arianto Muditomo mencatat setidaknya ada tiga bank digital yang secara terbuka menyatakan fokus pada sektor UMKM. Selain Hibank, ada Superbank dan Bank Ina Digital.
Menurutnya, bank digital memiliki keunggulan dalam inovasi. Tidak hanya dalam kerangka produk atau pemasaran, namun juga kemampuannya berinovasi dalam hal pemanfatan data, model bisnis, regulasi atau policy dan teknologi.
"Dari sisi big data, bank digital harus mampu melihat 360 derajat data atau informasi ekosistem UMKM untuk meningkatkan nilai layanan yang akan ditawarkan, sehingga mampu menarik sisi demand," tuturnya kepada Alinea.id, belum lama ini.
Adapun dari model bisnis, ujarnya, bank digital harus bisa menjadi orkestrator yang baik untuk mampu mengenali dan selanjutnya mengendalikan pola hubungan antaranggota dalam ekosistem UMKM, yaitu seluruh rantai nilai pembeli, penjual, pemilik bahan mentah, supplier, dan distributor. Dengan demikian, penyalur akan mampu menyusun strategi penyaluran yang paling efektif dan efisien.
Di samping itu, bank digital harus mampu menyusun kebijakan atau aturan yang tidak semata-mata fokus pada produk tetapi lebih fokus pada outcome, sehingga setiap kebijakan yang ditetapkan mampu mengakomodasi kebutuhan setiap rantai nilai yang terlibat.
"Juga harus mampu memilih teknologi terkini yang paling sesuai untuk mampu mengenali kebutuhan unik setiap rantai nilai sehingga mampu memberikan solusi khusus yang personal," tuturnya.
Menurutnya, dengan memanfaatkan berbagai kelebihan tersebut, bank digital akan mengubah prospek dan potensi yang dimiliki menjadi peluang nyata.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan peluang bank digital masih terbuka untuk masuk ke segmen UMKM. Pasalnya, sebagian besar UMKM belum mendapatkan pendanaan lembaga keuangan formal.
"Tahun depan UMKM akan tetap tumbuh, terutama sektor FMCG (fast-moving consumer goods) akan lebih prospek karena adanya pemilu dan berbagai kegiatan yang melibatkan banyak orang, seperti konser, olahraga, dan lainnya," ujarnya.