close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,3%/AntaraFoto
icon caption
Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,3%/AntaraFoto
Bisnis
Kamis, 12 April 2018 13:10

Bank Dunia: Pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,3%

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan didorong oleh investasi. Juga konsumsi rumah tangga (RT).
swipe

Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2018 mencapai 5,3% atau lebih rendah dibandingkan target dalam APBN 2018, sebesar 5,4%.

"Kami memprediksi Indonesia di 2018 itu 5,3%, naik dari 5,1% di 2017," kata ekonom senior Bank Dunia, Derek Chen di Jakarta, Kamis (12/4).

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan didorong oleh investasi. Juga konsumsi rumah tangga (RT). Mengingat adanya gelaran Pilkada serentak pada tahun ini.

Gelaran pemilu pada 2018 dan 2019 tidak akan mengganggu kegiatan ekonomi domestik. Setelah pemilu, investasi akan tumbuh lebih cepat karena ketidakpastian politik mulai

Investor mungkin sedang menunggu apa yang akan terjadi di 2018 dan 2019 dan berasumsi tidak terlalu mengejutkan. Kemudian investasi akan mengalir lagi karena sudah berkurang ketidakjelasan politiknya. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi juga negara lain mengalami siklus ini.

Dalam laporan "World Bank East Asia dan Pacific Economic Update edisi April 2018: Enhancing Potential" yang dirilis Kamis ini, pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasiflk diperkirakan akan tetap kuat dan mencapai 6,3% pada 2018.

Prospek dalam pemulihan global yang luas serta permintaan domestik yang kuat mendukung proyeksi positif ini. Namun, risiko yang muncul terhadap stabilitas dan pertumbuhan berkelanjutan membutuhkan perhatian serius.

Bank Dunia menggarisbawahi, dengan prospek yang menguntungkan, pembuat kebijakan di kawasan disarankan untuk mengenali dan mengatasi tantangan yang muncul.

Menghadapi risiko jangka pendek terkait kenaikan suku bunga negara maju yang naik lebih cepat dari perkiraan. Serta kemungkinan adanya eskalasi ketegangan perdagangan akan membutuhkan kebijakan moneter lebih ketat dan penyangga fiskal yang lebih besar.

Bank Dunia juga menyebutkan negara kawasan perlu mempertimbangkan pengetatan kebijakan moneter dan melanjutkan penguatan peraturan makroprudensial.

"Ini sangat penting khususnya bagi negara dengan tingkat utang tinggi atau pertumbuhan kredit yang cepat. Bisa memperburuk kerentanan sektor keuangan mereka saat suku bunga di negara maju dinaikkan," kata Kepala Ekonom Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik Sudhir Shetty.

Pada Maret 2018, Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga jangka pendek 25 basis poin dan diperkirakan masih ada kenaikan sebanyak tiga kali lagi.

Kendati The Fed menaikkan suku bunganya, Bank Indonesia sendiri masih mempertahankan tingkat suku bunga acuana atau BI 7-Days Reverse Repo Rate di level 4,25%.

"Saat ini, negara kawasan kelihatannya siap untuk menaikkan suku bunga acuannya. Ruang untuk pelonggaran moneter tampaknya sudah tidak ada lagi," ujar Sudhir.

Kenaikan suku bunga acuan di negara maju adalah salah satu dari berbagai tantangan, bagi pembuat kebijakan dalam jangka pendek dan menengah. Kendati prospek pertumbuhan di kawasan Asia Timur dan Pasifik positif.

Menurut Bank Dunia, untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, membutuhkan langkah untuk meredam kemungkinan dampak pengetatan kebijakan moneter yang lebih cepat di negara maju.

Selain itu, untuk meningkatkan prospek pertumbuhan jangka panjang dalam menghadapi ketidakpastian kebijakan, terutama terkait perdagangan global.

Tantangan lainnya yaitu ancaman terhadap sistem perdagangan global saat ini. Negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik bisa merespon ancaman terhadap sistem perdagangan global tersebut dengan memperdalam integrasi dan fasilitasi perdagangannya.

Integrasi dan fasilitasi tersebut dapat dilakukan melalui mekanisme seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN, Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership, serta Belt & Road Initiative.

"Bila dijalankan dengan baik, prakarsa tersebut akan menjadi lebih penting karena menyesuaikan strategi pembangunan berbasis manufaktur dengan tantangan yang muncul. Dengan adanya teknologi dan otomatisasi yang menghemat jumlah tenaga kerja, serta mengaburkan batas antara manufaktur dan jasa," ujar Sudhir.

Tantangan berikutnya yaitu prospek pertumbuhan yang moderat di seluruh kawasan dalam jangka menengah. Untuk mengatasinya, perlu mencari cara untuk meningkatkan potensi pertumbuhan jangka panjang mereka.

Ini dapat mencakup berbagai tindakan yang ditujukan untuk meningkatkan belanja publik dan penyediaan infrastruktur, memperdalam integrasi perdagangan dan memperbaiki fasilitasi perdagangan, melaksanakan reformasi untuk meningkatkan daya saing, dan membangun sumberdaya manusia.
 

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan