Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7DRR) sebesar 6,00%, suku bunga deposit facility sebesar 5,25%, dan suku bunga lending facility sebesar 6,75%.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan tingkat suku bunga ini masih konsisten dengan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas aman.
“Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal. Termasuk untuk menjaga defisit transaksi berjalan sebesar 2,5% PDB pada 2019,” kata Perry dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/1).
Selain itu, upaya ini dilakukan untuk mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik. Termasuk untuk menjaga kecukupan likuiditas di pasar rupiah maupun pasar valas sehingga dapat mendukung stabilitas moneter dan sistem keuangan.
Menurut Perry, Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal, termasuk untuk menjaga defisit transaksi berjalan.
Sekedar informasi, kenaikan suku bunga 25 bps menjadi 6% terjadi pada November 2018. Kemudian kenaikan suku bunga itu dipertahankan pada Desember 2018 hingga saat ini. Pada
Lebih lanjut, kata dia, nilai tukar rupiah dalam tren menguat sehingga mendukung stabilitas harga. Rupiah pada Desember 2018 secara rerata menguat sebesar 1,16%, meskipun secara point to point sedikit melemah sebesar 0,54%. Tren penguatan Rupiah berlanjut pada Januari 2019.
Penguatan rupiah dipengaruhi oleh aliran masuk modal asing akibat perekonomian domestik yang kondusif dan imbal hasil domestik yang tetap menarik, serta ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit mereda.
Rupiah sepanjang 2018 mengalami depresiasi rata-rata sebesar 6,05%, atau secara point to point sebesar 5,65% dibandingkan dengan level tahun sebelumnya. Depresiasi Rupiah secara point to point tersebut lebih rendah dibandingkan dengan depresiasi mata uang negara lain seperti Rupee India, Rand Afrika Selatan, Real Brasil, dan Lira Turki.
"Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya dengan tetap mendorong berjalannya mekanisme pasar, dan mendukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan," tutur Perry.
Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap kuat ditopang permintaan domestik. Berbagai indikator pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2018 menunjukkan permintaan domestik tetap kuat ditopang oleh konsumsi, baik konsumsi swasta maupun konsumsi pemerintah.
Konsumsi swasta diprediksi tetap baik seiring terjaganya daya beli dan keyakinan konsumen serta dampak positif persiapan pemilu. Konsumsi pemerintah tumbuh kuat ditopang belanja barang dan bantuan sosial.
Namun demikian, ekspor diperkirakan masih terbatas dipengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia yang melandai dan harga komoditas ekspor Indonesia yang menurun.
Sementara itu, impor mulai menurun sejalan dengan kebijakan yang ditempuh, meskipun masih tumbuh tinggi untuk memenuhi permintaan domestik.
"Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 tetap baik yakni pada kisaran 5,0-5,4%, ditopang oleh terjaganya permintaan domestik dan membaiknya ekspor neto," jelasnya.
Tetap mengikuti bunga acuan The Fed
Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira sudah memprediksi BI akan tetap menahan bunga acuan pada level 6% hingga Mei mendatang.
"Biasanya BI akan mengikuti Fed rate. Untuk tahun ini The Fed diperkirakan hanya naikan bunga acuan dua kali atau lebih dovish," ujar Bhima saat dihubungi Alinea.id, Kamis (17/1).
Menurutnya, pelemahan ekonomi global yang terjadi pada 2019, dan rendahnya harga komoditas menjadi alasan dari kenaikan bunga yang tidak terlalu agresif hingga akhir 2019.
"Rupiah juga masih terjaga di range kurs BI sehingga tidak membutuhkan intervensi melalui kenaikan bunga," imbuhnya.
Sementara itu, BI ingin menjaga situasi ekonomi dalam negeri tetap kondusif karena kenaikan bunga di 2018 membuat biaya pinjaman dunia usaha naik dan memperlambat perekonomian domestik.
Lebih hati-hati
Senada, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah juga telah memprediksi BI akan mempertahankan suku bunga.
"Diyakini BI akan sangat berhati-hati dalam meresponse kebijakan the Fed. Walaupun disebutkan the Fed akan lebih dovish tahun ini tapi The Fed tidak akan dengan cepat menurunkan suku bunga. The fed masih akan melihat kondisi perekonomian Amerika," ujar Piter.
Pada akhir tahun lalu, The Fed masih merencanakan kenaikan suku bunga dan belum ada pernyataan resmi mereka akan menurunkan suku bunga. Oleh karena itu BI akan sangat berhati-hati.
"Jangan sampai kebijakan suku bunga merusak momentum penguatan rupiah yang sedang berlangsung. Menahan suku bunga pada bulan ini saya kira adalah bentuk kehati-hatian itu," pungkasnya.