close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi bangkrut. Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi bangkrut. Foto Pixabay.
Bisnis
Senin, 12 Agustus 2024 20:15

Bank kolaps, kalah bersaing dengan pinjol

OJK menutup 14 bank sepanjang 2024. Salah satu penyebabnya adalah kalah bersaing dengan pinjol.
swipe

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha 14 bank perekonomian rakyat (BPR) di Indonesia secara bertahap sepanjang 2024. Penutupan dilakukan karena bank dinyatakan telah kolaps.

Jumlah itu mengalami peningkatan pesat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu. Pada 2023 hanya terdapat empat bank bangkrut di Indonesia. Sementara, rata-rata tiap tahunnya terdapat tujuh sampai delapan bank bangkrut di Indonesia. Apabila ditarik sejak 2005, maka total ada 136 bank bangkrut hingga saat ini.

Direktur riset Center of Reform on Economic (Core) Indonesia, Etika Karyani Suwondo mengatakan, sederet bank tersebut ditutup lantaran isu permodalan, fraud, dan tidak bisa bersaing. Hal itu disebabkan karena jumlah BPR cukup banyak dan sistem keuangan di Indonesia yang masih minim untuk menyediakan alternatif perbankan selain BPR. 

“Sebaliknya, penutupan bank-bank tersebut dapat membantu memperkuat sektor keuangan mikro dan meningkatkan kualitas lembaga keuangan yang tersisa,” katanya kepada Alinea.id, Minggu (11/8).

Meski begitu, ia menyarankan pemerintah untuk tetap meningkatkan pengawasan dan regulasi terhadap BPR melalui OJK. Tujuannya, guna memastikan BPR bisa beroperasi dengan baik dan tidak melakukan kecurangan.

“Selain itu, kembangkan alternatif untuk memperkuat sektor keuangan mikro. BPR yang berkinerja baik bisa didorong untuk masuk ke bursa yang dapat memperkuat modal dan pengawasan publik,” ujarnya.

Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan permodalan yang cekak mengakibatkan kondisi BPR rentan.

"Modal minimal OJK yang ditetapkan untuk mendirikan BPR memang Rp100 miliar tapi banyak yang memiliki modal di bawah itu. Ketika modal rendah akan disusul dengan kebangkrutan," ujarnya kepada Alinea.id, Kamis (8/8).

Selain itu, terdapat risiko gagal bayar kredit yang menghantui BPR. Penyebabnya, tingginya suku bunga kredit yang dipatok oleh lembaga keuangan itu. Dus, debitur kesulitan untuk membayar pinjaman.

Di sisi lain, BPR kekurangan sumber daya manusia yang mumpuni guna memenuhi kebutuhan sesuai perkembangan zaman. Investasi di bidang teknologi juga masih mini.

"Padahal masa depan nantinya bicara tentang aspek teknologi. Contohnya saja fintech (teknologi finansial) yang kini marak, namun tidak disambut. BPR akhirnya ketinggalan zaman," katanya.

Platform teknologi finansial seperti pinjaman online (pinjol) yang menjadi kompetitor menawarkan keunggulan ketimbang BPR, seperti suku bunga kredit yang lebih murah dan kemudahan akses. Pilihan baru dari fintech inilah yang membuat BPR semakin tertinggal.

"Jumlah BPR tidak perlu banyak, tapi kuat dan kokoh serta bisa dilebur dengan BPR lainnya. Jadi kuat di aspek permodalan, maka kuat menghadapi ancaman yang bisa membuat bangkrut," tuturnya. 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan