PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menyampaikan, hingga akhir Desember 2020 telah melakukan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 kepada 543.758 debitur, dengan total sebesar Rp123,4 triliun.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan, tren permintaan restrukturisasi selama tiga bulan terakhir pada 2020 telah melandai. Sebagian besar restrukturisasi kredit diproses perseroan tiga bulan setelah POJK 11/2020 ke luar.
"Setiap bulan kami monitor perkembangan arus kas debitur tersebut. Berdasarkan analisa dan estimasi terakhir, ada sekitar 10% hingga 11% debitur restrukturisasi yang kami kategorikan berisiko tinggi," ujar dia dalam konferensi pers penyampaian laporan keuangan tahunan Bank Mandiri, Kamis (28/1).
11% debitur berisiko tinggi tersebut merupakan debitur yang memiliki kemungkinan tidak bisa bertahan dari krisis yang diakibatkan pandemi. Sehingga, Bank Mandiri akan menurunkan kredit mereka ke kategori nonperforming loan (NPL) di 2021.
Meski berpotensi menjadi NPL, Bank Mandiri telah melakukan antisipasi dengan mencadangkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) secara bertahap.
"Kami sudah siapkan CKPN, sehingga tidak akan mengganggu kinerja keuangan Bank Mandiri di 2021 ini," ucapnya.
Tercatat sepanjang 2020, biaya CKPN bank berlogo pita emas tersebut naik 89,66% menjadi Rp22,8 triliun, dari 2019 sebesar Rp12 triliun.
Dia menekankan, seluruh debitur yang direstrukturisasi bank berkode saham BMRI ini merupakan debitur yang sehat sebelum pandemi Covid-19 terjadi. Di samping debitur yang berisiko tinggi, Siddik meyakinkan 90% debitur lainnya memiliki kemungkinan besar untuk bisa bertahan selama pandemi.
Dengan gambaran ini, BMRI akan berupaya menjaga rasio NPL di sekitar 3% hingga 3,5% pada 2021. Adapun pada 2020, perseroan mencatat rasio NPL gross naik 0,76% menjadi 3,09%, dari 2019 sebesar 2,33%.