close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Nilai ekspor industri pengolahan nonmigas diproyeksi menembus US$130,74 miliar pada tahun 2018. / Pixabay
icon caption
Nilai ekspor industri pengolahan nonmigas diproyeksi menembus US$130,74 miliar pada tahun 2018. / Pixabay
Bisnis
Minggu, 14 April 2019 22:04

Bantah Prabowo, Kemenperin sebut RI tak alami deindustrialisasi

Kementerian Perindustrian membantah pernyataan capres Prabowo Subianto yang menyebut RI mengalami deindustrialisasi.
swipe

Kementerian Perindustrian membantah pernyataan capres Prabowo Subianto yang menyebut RI mengalami deindustrialisasi.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar mengatakan, kontribusi industri manufaktur Indonesia sebagai penopang perekonomian dinilai masih cukup besar. Hal ini terlihat melalui pertumbuhan sektor, peningkatan investasi, penambahan tenaga kerja dan penerimaan devisa dari ekspor.

“Gejala deindustrialisasi itu ketika kontribusi industri terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) sangat rendah, artinya menurun drastis. Tetapi sekarang kan masih cukup tinggi. Apalagi industrinya semakin tumbuh dan investasi terus jalan," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id, Minggu (14/4).

Kemenperin mencatat, kontribusi industri manufaktur pada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional berada pada angka 20%. Kondisi ini menjadikan Indonesia berada di peringkat ke-5 di antara negara G-20, setelah China (29,3%), Korea Selatan (27,6%), Jepang (21%) dan Jerman (20,7%).

“Padahal, rata-rata kontribusi sektor manufaktur dunia saat ini hanya sebesar 17%,” ujar Haris. 

Oleh karena itu, sambungnya, industri manufaktur menjadi sektor andalan dalam penerimaan negara. Hal ini pula yang menjadi perhatian pemerintah untuk semakin menggenjot hiliriasi industri.

Sejalan upaya tersebut, Kemenperin terus mendorong pendalaman struktur industri di dalam negeri melalaui peningkatan investasi, yang juga bertujuan untuk mensubstitusi produk impor. Investasi di sektor industri manufaktur pada tahun 2014 sebesar Rp195,74 triliun, naik menjadi Rp226,18 triliun di tahun 2018.

Menurut dia, hal inipun mencerminkan iklim investasi di Indonesia terbilang kondusif. Dari penanaman modal tersebut, kata dia, membawa efek berantai bagi pertumbuhan sektor industri baik skala besar dan sedang maupun skala kecil. 

Pada periode tahun 2014-2017, terjadi penambahan populasi industri besar dan sedang, dari tahun 2014 sebanyak 25.094 unit usaha menjadi 30.992 unit usaha sehingga tumbuh 5.898 unit usaha.

Di sektor industri kecil, juga mengalami penambahan, dari tahun 2014 sebanyak 3,52 juta unit usaha menjadi 4,49 juta unit usaha di tahun 2017. Artinya, tumbuh hingga 970.000 industri kecil selama empat tahun tersebut.

Dampak positif lainnya adalah terbukanya lapangan pekerjaan yang luas. Hingga saat ini, sektor industri telah menyerap tenaga kerja sebanyak 18,25 juta orang. Jumlah tersebut naik 17,4% dibanding tahun 2015 di angka 15,54 juta orang.

“Selain itu, industri manufaktur konsisten memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai ekspor nasional hingga 73%,” imbuhnya. 

Nilai ekspor industri pengolahan nonmigas diproyeksi menembus US$130,74 miliar pada tahun 2018. Capaian ini meningkat dibanding tahun sebelumnya sebesar US$125,10 miliar.

Apalagi, kata dia, adanya peta jalan Making Indonesia 4.0, menandakan kesiapan Indonesia dalam upaya pengembangan industri nasional agar lebih berdaya saing global di era digital. 

“Aspirasi besarnya adalah menjadikan Indonesia masuk jajaran negara 10 besar dengan perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030. Kami juga optimistis, Indonesia peringkat ke-4 di tahun 2045,” tegas Haris. 

Pada debat kandidat capres-cawapres yang digelar Sabtu (13/4), Prabowo Subianto menyebut Indonesia berada pada arah perekonomian yang salah. Bahkan, Indonesia kini tengah terjadi deindustrialisasi.

img
Sukirno
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan