Beberapa perusahaan minyak dan gas (migas) memilih cabut dari Indonesia. Misalnya saja Royal Dutch Shell dan Chevron yang berencana melepas hak partisipasinya.
Kemudian, ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd (CIHL) menjual sahamnya 100% ke PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC).
Praktisi sektor hulu migas Tumbur Parlindungan mengatakan, alasan utama dari ke luarnya perusahaan migas adalah shifting portofolio. Akan tetapi persepsi yang tebangun saat ini adalah karena banyak blok migas yang sudah selesai dan diberikan kepada PT Pertamina (Persero).
"Jadi persepsi seperti ada nasionalisasi di negara Indonesia, industri hulu Migas," ungkapnya kepada Alinea.id, Rabu (22/12).
Kedua, saat diberikan kepada Pertamina, dijanjikan unrecover cost akan dikembalikan atau dibayarkan kembali. Akan tetapi masih banyak yang belum dikembalikan dan dibayarkan kembali.
"Dan kepastian hukum makin gak jelas, ini jadi masalah. Persepsi investor dalam berinvestasi di Indonesia," jelanya.
Kondisi ini dia sebut akan membuat semakin banyak pemain besar yang ke luar, dan menjadikan Indonesia semakin tidak menarik di mata investor.
"Makin banyaknya pemain besar keluar menjadi tidak menarik juga datang ke Indonesia," tuturnya.
Hal ini menurutnya bisa dilihat beberapa kali penawaran lelang yang dilakukan tetapi tidak ada peminatnya. Selain karena nasionalisasi, secara fiskal menurutnya juga kurang menarik.
"Selain nasionalisasi, fiskal juga enggak menarik bila dibandingkan negara-negara lain," ucapnya.