Serikat Petani Indonesia (SPI) mendorong Badan Pangan Nasional (Bapanas) segera menerbitkan aturan penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras. Sebab, penundaan HPP tidak ubahnya menunda penyelesaian masalah.
"Segeralah Bapanas tetapkan HPP sesuai usulan SPI, Rp5.600 per kg karena biaya produksi Rp5.050 per kg," kata Ketua Umum SPI, Henry Saragih, dalam keterangannya, Senin (13/3).
"Tentunya juga agar harga gabah jangan terlampau tinggi sekali dan harga beras jangan sampai terlalu tinggi di konsumen. Pemerintah juga harus menetapkan harga tertinggi ceiling price untuk beras. Jadi, pemerintah harus tentukan juga berapa harga beras premium, medium, dan biasa," imbuhnya.
Di sisi lain, Henry berpendapat peran Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) harus diperkuat agar mampu menyerap gabah petani sesuai HPP. "Jangan tergantung pada korporasi-korporasi atau penggilingan yang ada."
"Sekarang, Bulog harus aktif ke koperasi-koperasi petani atau usaha-usaha bersama milik petani atau BUMD yang ada. Pemerintah juga perlu memperkuat koperasi-koperasi petani, perkuat lumbung padi masyarakat di pedesaan dan petani itu sendiri," tuturnya.
Menurut Henry, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah juga perlu diperkuat dengan menerbitkan Perpres Cadangan Pangan Masyarakat. Alasannya, urusan pangan tidak bisa hanya ditangani Bulog.
"Cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat bisa mengempang korporasi-korporasi pangan untuk melakukan spekulasi dan manipulasi dalam membeli gabah dan memasarkan harga beras," katanya.
SE Kepala Bapanas Nomor 47 Tahun 2023 dicabut per 7 Maret 2023 lantaran menuai kritik seiring meruginya petani atas kebijakan yang diatur di dalamnya. SE tentang HPP gabah dan beras ini hanya seumur jagung karena terbit 20 Februari 2023.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menyatakan, pihaknya segera menerbitkan aturan HPP gabah dan beras. Penyusunannya diklaim memperhatikan masukan stakeholder perberasan karena mempertimbangkan biaya pokok produksi, margin petani, kualitas gabah dan beras, serta dampak kenaikan inflasi.
HPP yang diusulkan pun disebut mengacu masukan organisasi petani, penggilingan, dan kementerian/lembaga terkait yang dihitung berdasarkan ongkos usaha tani dan perkembangan harga keekonomian gabah dan beras. Arief menargetkan Peraturan Bapanas tentang HPP Gabah dan Beras ini terbit saat puncak panen raya.