Badan Pangan Nasional (Bapanas) atau National Food Agency (NFA) menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Beras di Tingkat Konsumen 2023. Juklak tersebut memuat mekanisme pelaksanaan SPHP beras meliputi target penyaluran, waktu dan lokasi pelaksanaan serta harga penjualan.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menyebutkan, petunjuk SPHP beras ini merupakan turunan dan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah, Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Beras Pemerintah, dan Perbadan Nomor 15 Tahun 2022 tentang Stabilisasi Pasokan dan Harga Beras, Jagung, dan Kedelai di Tingkat Konsumen.
“Petunjuk pelaksanaan ini merupakan pedoman yang penting bagi terlaksananya SPHP beras yang tepat sasaran dan sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Ini akan menjadi landasan bagi Perum Bulog sebagai operator yang ditugaskan Badan Pangan Nasional untuk melaksanakan program SPHP,” ujar Arief dalam keterangan resminya, Senin (9/1).
SPHP beras 2023 ini akan dilaksanakan sepanjang mulai Januari hingga Desember 2023 dengan intensitas pelaksanaan per bulan mengacu pada perkembangan rata-rata harga beras secara nasional, yang dihimpun dari laporan perangkat daerah.
Lewat SPHP, Bulog akan menyalurkan beras dengan harga Rp8.300 hingga Rp8.900 per kilogram (kg) disesuaikan dengan pembagian zonasi. Untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Rp8.300 per kg, wilayah Sumatera kecuali Lampung dan Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Rp8.600 per kg, dan wilayah Maluku dan Papua sebesar Rp8.900 per kg.
“Harga tersebut merupakan harga pembelian di gudang Bulog dan berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Badan Pangan Nasional yang mengatur tentang kebijakan harga eceran beras. Saat ini penetapan harga eceran menjadi wilayah kerja Badan Pangan Nasional, kita juga sedang lakukan review untuk memperbaharui Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk beras,” ujarnya.
Untuk optimalisasi pelaksanaan, Arief menambahkan, Bulog dapat melaksanakan SPHP melalui operasi pasar secara langsung di tingkat eceran atau melalui distributor dan mitra yang ada di pasar tradisional atau modern serta tempat-tempat yang mudah di jangkau lainnya.
“Poinnya, yang terpenting tetap memperhatikan harga penjualan sampai ke tingkat konsumen harus sesuai dengan harga eceran yang telah ditetapkan. Selain itu, sebagai jaminan atas mutu, beras yang dijual harus mencantumkan informasi harga, kelas mutu, dan berat bersih,” tuturnya.
Lebih lanjut Arief menambahkan, pelaksanaan SPHP beras di tingkat konsumen bertujuan untuk menjaga ketersediaan pasokan dan stabilitas harga beras agar daya beli masyarakat terjaga dan inflasi terkendali di seluruh Wilayah Indonesia. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden RI yang meminta agar stok dan harga beras betul-betul di jaga dan dihitung sesuai kondisi di lapangan.
Presiden menegaskan cadangan beras harus disiapkan dengan baik sehingga tidak menyebabkan terjadinya kenaikan harga di pasaran yang berdampak pada kenaikan inflasi. “Upaya menjaga stok dan harga beras tetap stabil sangat penting dan menjadi prioritas, mengingat beras merupakan komoditas pangan pokok yang dikonsumsi oleh mayoritas penduduk Indonesia,” ucap Arief.
Arief mengatakan, melihat tingginya keterkaitan beras terhadap kepentingan publik, maka Pemerintah tentunya sangat berkepentingan menjaga stabilitas stok dan harga beras. “Kenaikan harga beras secara makro akan berdampak pada inflasi dan tingkat kemiskinan, sedangkan secara mikro akan berdampak pada besarnya pengeluaran keluarga atau rumah tangga atas beras yang akan mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga,” kata Arief menambahkan.
Berdasarkan data Susenas Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, beras berkontribusi 5,20% terhadap jumlah pengeluaran, angkanya bahkan meningkat menjadi 25,87% bagi rumah tangga berpendapatan rendah. Pada tahun 2022, beras menyumbang bobot inflasi sebesar 3,33%.