Ekspor tepung jangkrik menjadi salah satu langkah penguatan bagi program Kementerian Pertanian (Kementan) terkait gerakan tiga kali lipat ekspor serta penguatan dari sisi bahan pakan dan pangan.
Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian, Wisnu Wasisa Putra mengatakan, pihaknya telah melakukan sistem pencegahan masuk, keluar, dan tersebarnya hama penyakit hewan karantina untuk memastikan keamanan dari jangkrik yang di ekspor.
“Tugas dan peran Badan Karantina Pertanian (Barantan) meliputi perlindungan penyakit, keamanan hayati, penegakan hukum, keamanan atau mutu pangan dan pakan, serta instrumen perdagangan (sanitari dan WTO),” ucap Wisnu dalam Alinea Forum bertajuk "Membedah Potensi Ekspor Tepung Jangkrik Untuk Pangan", Senin (31/10).
Dia juga menuturkan pentingnya memenuhi persyaratan dari negara tujuan yang menginginkan komoditas ekspor terjamin keamanannya. Wisnu menyebut, secara prinsip hal itu tertuang dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2019 mengenai penelusuran dari praproduksi, produksi, distribusi, pengolahan, dan pemasaran.
“Pemenuhan persyaratan dari negara tujuan cukup penting karena setiap negara tentunya mempunyai persyaratan agar barang yang masuk aman. Di sisi lain, hal itu juga memperlihatkan kualitas budidaya yang baik dari negara kita, penanganan pascapanen, pengolahan yang baik, distribusi, dan penerapan program manajemen mutu,” kata Wisnu.
Selain itu, Wisnu juga menyampaikan beberapa langkah yang sudah dilakukan bersama pihaknya untuk mendukung kegiatan ekspor tepung jangkrik, seperti dukungan kebijakan ekspor serangga, bimbingan teknis kepada eksportir dan unit pelaksana teknis (UPT), serta seminar yang melibatkan pelaku usaha dan narasumber yang kompeten.
Chief Executive Officer (CEO) PT Sugeng Jaya Grup, Koes Hendra menyebut bahwa beternak jangkrik merupakan salah satu peluang dan pasar masa depan, tidak hanya untuk ekspor pakan, tetapi juga berpotensi pada ekspor pangan.
“Kami melihat potensi jangkrik memang sangat luar biasa di pasar lokal karena memang merupakan serangga dari peternakan tertua di Indonesia, bahkan sebelum masyarakat familiar dengan ulat Hong Kong, dan ulat Jerman,” ujar Hendra dalam kesempatan yang sama.
Meski demikian, Hendra merasa bahwa masyarakat masih memerlukan edukasi lebih dalam ke depannya karena belum semua orang terbiasa untuk mengonsumsi serangga seperti jangkrik.