Indonesia telah berjuang untuk mengendalikan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang ternak berkuku belah seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan babi sejak Mei 2022. Dalam rangka pengendalian dan pemberantasan wabah PMK tersebut, Pemerintah tentunya telah merumuskan rangkaian kebijakan dan strategi untuk diimplementasikan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanganan PMK di Indonesia Tahun 2022, Rabu (23/11), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang diwakilkan Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Musdhalifah Machmud menyampaikan, kecepatan dan ketepatan respons kebijakan dan implementasi di lapangan menjadi faktor kunci dalam mengendalikan dan memberantas wabah PMK.
Satuan Tugas Penanganan PMK merupakan salah satu wujud terobosan kebijakan untuk memfasilitasi sinergi dan koordinasi lintas stakeholder baik di tingkat pusat dan daerah agar dapat mempercepat dan bersinergi dalam penanganan wabah PMK sampai di tingkat peternak. Sesuai dengan Keputusan Komite Kebijakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Nomor 2 Tahun 2022, Satgas Penanganan PMK diketuai oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Di tingkat daerah, Satuan Tugas Penanganan PMK Daerah juga telah dibentuk berdasarkan Surat Edaran Satgas Penanganan PMK Nomor 1 Tahun 2022.
“Dengan adanya Satgas PMK di tingkat pusat maupun daerah, diharapkan penanganan dan pengendalian PMK dapat menjadi lebih efektif secara koordinasi dan lebih efisien dalam pemanfaatan anggaran,” ungkap Deputi Musdhalifah, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/11).
Di sisi lain, belum seluruh Kabupaten/Kota telah membentuk Satgas Penanganan PMK. Dari total 514 kabupaten/kota, baru 32,49% yang telah memiliki Satgas Penanganan PMK. Oleh karena itu, sangat penting untuk mendorong pemerintah daerah agar dapat segera merealisasikan pembentukan Satgas Penanganan PMK di tingkat daerah untuk dapat mendukung pelaksanaan Satgas di tingkat pusat.
Pembentukan Satgas Penanganan PMK selanjutnya ditindaklanjuti dengan sejumlah kebijakan dan strategi antara lain penanganan PMK yang tanggap dalam hal biosecurity, lalu lintas ternak dan pencegahan penularan antarwilayah, koordinasi penanganan lintas sektor dan wilayah, koordinasi program pengendalian dan penyediaan anggaran, dan penerbitan kebijakan serta regulasi yang diperlukan dalam pengendalian PMK.
Musdhalifah mengingatkan pentingnya pembentukan Satgas Penanganan PMK tingkat daerah agar dapat segera melakukan pengendalian dan pemberantasan penyakit PMK di daerahnya. Terlebih, saat ini penyakit Lumpy Skin Disease (LSD), yang menyerang bagian kulit sapi dan kerbau yang disebabkan oleh virus, juga mulai menyerang. Sehingga diharapkan Satgas di daerah ini mampu mengidentifikasi lebih awal dan menekan penyebarannya.
Untuk menjamin konsistensi, efektivitas dan keberlanjutan pelaksanaan kebijakan dan strategi penanganan wabah PMK, Pemerintah juga sedang menyusun Peta Jalan Pembebasan PMK di Indonesia untuk periode 2023 sampai dengan 2035.
Sejak terbentuknya Satgas Penanganan PMK pada 24 Juni 2022, penurunan kasus aktif PMK khususnya antara bulan September ke Oktober 2022 telah terlihat, dengan penurunan mencapai dua kali lipat.
“Mudah-mudahan perlahan-lahan seluruh provinsi kita bisa zero case. Tetapi kita tetap harus terus waspada. Sehingga apabila ada wabah yang baru masuk, bisa kita kendalikan sedini mungkin,” ujar Deputi Musdhalifah.
Dalam rangka membantu peternak yang terdampak PMK, pemerintah telah memberikan kompensasi dan bantuan berupa penggantian ternak yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 518 Tahun 2022. Adapun besaran bantuan kepada peternak terdampak PMK adalah sapi dan kerbau sebesar Rp10 juta per ekor, kambing dan domba sebesar Rp1,5 juta per ekor, dan babi sebesar Rp2 juta per ekor. Pemerintah juga akan memberikan bantuan berupa pakan untuk sapi perah terdampak PMK dalam rangka peningkatan produktivitas pasca-PMK.
Adapun data pemberian bantuan pemerintah per 17 November 2022 telah mencapai total aktual sebesar Rp79,8 miliar atau setara dengan 8.025 ekor. Ke depan perlu dilakukan percepatan proses realisasi sehingga para peternak terdampak PMK dapat segera terbantu. Dukungan semua pihak baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat, khususnya para peternak, juga sangat dibutuhkan untuk menyukseskan pengendalian PMK di Indonesia.