close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi lokasi pertambangan. Foto Freepik.
icon caption
Ilustrasi lokasi pertambangan. Foto Freepik.
Bisnis - Industri
Rabu, 11 Desember 2024 18:56

Menciptakan batu bara ramah lingkungan di tengah transisi energi

RI berkomitmen menjalankan transisi energi untuk mencapai target emisi nol bersih. Namun, batu bara sebagai masih belum bisa ditinggalkan.
swipe

Indonesia berkomitmen menjalankan transisi energi untuk mencapai target emisi nol bersih pada 2060. Namun, batu bara sebagai komoditas andalan masih belum bisa ditinggalkan. 

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan, Bisman Bakhtiar mengatakan ekonomi hijau merupakan tuntutan masa depan dan sudah menjadi isu global. Namun, transisi energi menuju emisi nol bersih membutuhkan waktu.

“Pemerintah perlu menyusun dasar hukum yang mendukung ekonomi dan energi hijau, mempersiapkan pendanaan, serta memberikan insentif dan disinsentif bagi pelaku usaha,” ujar Bisman kepada Alinea.id, belum lama ini.

Batu bara lebih bersih

Kebijakan transisi disebut harus dilakukan secara bertahap untuk menghindari gejolak sosial dan ekonomi. Adapun untuk jangka waktu menengah, batu bara masih dibutuhkan karena energi terbarukan belum mampu sepenuhnya mencukupi kebutuhan energi nasional.

Karena itu, dia bilang, salah satu solusi untuk mengurangi emisi adalah menjadikan batu bara sebagai green energy melalui teknologi yang mampu menekan emisi dan risiko lingkungan.

“Transisi energi tidak bisa dilakukan secara instan. Tantangannya adalah bagaimana menciptakan batu bara yang ramah lingkungan sambil terus mendorong investasi di sektor energi terbarukan,” tegas Bisman.

Transisi menuju ekonomi hijau dinilai membutuhkan dukungan kebijakan dan pendanaan. Menurut Bisman, pemerintah harus memperkuat kerangka kerja guna mendukung investasi dalam teknologi rendah emisi, sekaligus memastikan keberlanjutan pasokan energi dari batu bara.

Pemerintah sejatinya telah mulai memanfaatkan batu bara secara lebih berkelanjutan. Salah satu strateginya adalah mengurangi penggunaan batu bara langsung sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara akan beralih menggunakan teknologi carbon capture utilization and storage (CCS/CCUS) untuk menangkap dan menyimpan karbon. Selain itu, batu bara juga akan diolah menjadi produk turunan seperti dimethyl ether (DME) yang lebih ramah lingkungan untuk keperluan rumah tangga.

"Transisi energi itu bukan bagaimana kita mempercepat pensiunnya batu bara, tetapi bagaimana kita mendorong pemanfaatan energi yang bersih seperti pembangkit-pembangkit energi terbarukan yang sumbernya ada di kita," kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana di Jakarta, dalam keterangannya.

Batu bara masih menopang penyediaan energi nasional. Produksi batu bara tahun 2023 sebesar 775 juta ton atau 112% dari target 2023 (695 juta ton). Pemanfaatan domestik sebesar 213 juta ton atau 121% dari target (177 juta ton). Dengan produksi batu bara yang mencapai 775 juta ton pada tahun 2023, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) subsektor minerba mencapai realisasi sebesar Rp172,66 triliun atau sebesar 118,41% dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp146,07 triliun.

"Kami ingin mendorong supaya program hilirisasi yang sudah berjalan sangat baik sekarang itu tetap dan produksinya juga akan menjadi semakin green atau bersih," terangnya.

Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mengatakan akan tetap memanfaatkan batu bara yang melimpah sebagai energi kompetitif guna memacu pertumbuhan ekonomi. Dia mengimbau pengusaha batu bara tetap melanjutkan usahanya meski dunia mengarah ke transisi energi hijau. Industri batu bara juga dinilai masih menguntungkan bagi negara. 

"Perlahan-lahan kita akan masuk pada energi baru terbarukan, tetapi batu bara, sampai dengan hari ini kami masih menganggap sebagai salah satu energi yang cukup kompetitif, murah, dan bisa menghasilkan biaya yang kompetitif untuk menghasilkan produk. Jadi enggak usah ragu dulu," ujar Bahlil dalam Indonesia Mining Summit 2024, baru-baru ini.

Dia mengakui, sejumlah lembaga keuangan global juga menawarkan pendanaan jika Indonesia memensiunkan beberapa PLTU berbasis batu bara. Namun, beban atau tanggung jawab Indonesia, berbeda dengan negara-negara maju yang sudah jauh lebih dulu berkontribusi pada pemanasan global. Oleh karena itu, menurut Bahlil, selama batu bara masih melimpah, Indonesia terus memanfaatkannya sebagai salah satu sumber energi. Bahkan, dia bilang, Eropa sekalipun masih memanfaatkan batu bara asal Indonesia.

Apalagi, energi hijau membutuhkan teknologi yang maju dan mahal. "Selama teknologinya masih mahal dan ekonomi kita belum kuat, kita harus menyesuaikan kondisi. Kita boleh setuju dengan global, tetapi mesti mengukur juga. Baseline kita dengan baseline negara-negara yang sudah maju berbeda," ujar Bahlil.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan