Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerbitkan surat izin impor (SIP) bawang bombay dari Selandia Baru sebesar 2.000 ton untuk menangani kelangkaan dan kenaikan harga yang terjadi.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan izin impor yang telah dikeluarkan untuk bawang bombay tersebut akan diproses bertahap seiring dengan dikeluarkannya rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) oleh Kementerian Pertanian.
"Kita sudah keluarkan izin untuk impor bawang bombay karena baru masuk RPIH-nya. Sehingga langsung kita proses dan itu memang ketika keluar RPIH-nya tidak serta merta hari itu langsung keluar, kita harus proses beberapa waktu," ujar Agus, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (11/3).
Agus menjelaskan RPIH yang masuk akan dikaji terlebih dahulu sebelum akhirnya Kemendag mengeluarkan izin impor kepada importir. Menurut dia, importir harus memiliki gudang penyimpanan yang layak.
Agus menuturkan, dari sejumlah RPIH yang masuk, beberapa dokumen telah selesai proses penilaian dan akan segera dilakukan impor dari New Zealand.
"SIP sesuai RPIH, itu bertahap. Jadi artinya hari ini juga akan keluar. Karena tadi saya lihat sudah ada proses yang selesai. Mungkin bawang bombay ini akan terus keluar dalam waktu selama RPIH-nya sudah masuk dan kita proses," jelasnya.
Lebih lanjut, Agus mengatakan, Kemendag juga telah menerbitkan izin impor untuk pangan lainnya seperti anggur sebanyak 170.000 ton.
"Begitu pun dengan komoditas lain yang memang ada permintaan juga dari beberapa negara seperti Australia. Anggur ini juga dari yang diajukan 170.000 ton baru keluar 9.000 ton. Ini kita juga akan minta agar dipercepat," ujarnya.
Dari pantauan Alinea.id, harga bawang bombay meroket hingga sepuluh kali lipat dalam sebulan. Pada awal Februari 2020, di Bogor, harga bawang bombay hanya Rp15.000-Rp20.000 per kilogram (kg).
Namun, pada akhir Februari, harga mencapai Rp100.000 per kg. Pada awal Maret 2020, harga bawang bombay berkisar Rp175.000-Rp200.000 per kg. Bawang bombay juga sempat hilang dari pasaran pada akhir Februari 2020.