PT Garuda Indonesia Tbk.(GIAA) melakukan strategi gali lubang dan tutup lubang. Perusahaan merestrukturisasi utang jangka pendek dan menggantikannya dengan utang jangka panjang.
Guna melunasi utang-utangnya yang jatuh tempo tahun ini, GIAA menerbitkan efek beragun aset atau EBA. Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N. Mansury mengatakan perusahaan memiliki utang obligasi Rp 2 triliun yang jatuh tempo 3 Juli 2018. Selain itu juga ada utang ke perbankan.
"EBA untuk reprofiling kewajiban yang kami miliki," kata Pahala di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (27/7).
Pembayaran utang juga diyakini dapat mengurangi beban perusahaan. Pahala menyebut, EBA akan diterbitkan dengan nilai di atas Rp 1 triliun. "Pastinya akan kami umumkan setelah transaksinya closing," tutur dia.
EBA ini mengagunkan pendapatan penjualan tiket penerbangan rute Indonesia-Jeddah dan Madinah. Berdasarkan keterangan resmi di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), GIAA telah menjajakan EBA kelas A senilai Rp 1,8 triliun. Masa penawaran umum dilakukan 24-25 Juli 2018 dengan kupon 9,75% per annum.
EBA ini memiliki jangka waktu lima tahun dan jatuh tempo 27 Juli 2023. Rencananya, EBA akan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 31 Juli 2018. Investor akan mendapatkan pembayaran bunga pertama pada 27 Oktober 2018.
Bertindak sebagai agen penjual, antara lain PT Bahana Sekuritas, PT BNI Sekuritas, dan PT BCA Sekuritas. Lalu, PT CGS-CIMB Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas, serta PT Mandiri Sekuritas.