BBCA hingga ASII, rekomendasi saham di tahun pemilu
Tahun 2024 masih diselimuti oleh ketidakpastian. Eskalasi konflik di Timur Tengah, imbas genosida yang dilakukan Israel terhadap Gaza dinilai akan berdampak pada pelemahan ekonomi global 2024.
Berbagai pihak memperkirakan pertumbuhan ekonomi lesu. Bank Dunia alias World Bank dalam laporan Global Economic Prospect, memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya 2,6% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 2,4% untuk tahun 2024. Selain itu, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memproyeksikan ekonomi dunia bakal melambat dari 3% menjadi 2,9% di tahun ini.
Kemudian, dalam acara Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI), bank sentral Indonesia juga meramal, ekonomi global akan tumbuh melambat, seiring dengan meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan.
“Ekonomi global diperkirakan tumbuh 3% pada 2023 dan melambat menjadi 2,8% pada 2024,” beber Gubernur BI Perry Warjiyo, Rabu (17/1) lalu.
Di Indonesia, ketidakpastian pasar uang juga dipengaruhi oleh pemilihan umum (Pemilu) 2024. Mirae Asset Sekuritas melihat, isu soal pelanggaran kode etik yang dilakukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam pembuatan keputusan untuk meloloskan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon wakil presiden (cawapres) adalah salah satu yang banyak mendapat sorotan masyarakat, termasuk investor.
Tidak hanya itu, hingga berlangsungnya debat pemilihan presiden (pilpres) keempat pada Minggu (21/1) kemarin juga belum bisa memunculkan satu nama pasangan calon (paslon) yang diduga kuat akan lolos dalam putaran pemilu 14 Februari nanti. “Hasil survei terbaru menunjukkan belum ada satu kandidatpun yang mendominasi dengan lebih dari 51% perolehan suara. Mungkin kemarin ada yang mempublikasikan ada yang mencapai 52%, tapi lebih banyak mungkin di bawah 51%,” kata Head of Research Mirae Asset Robertus Hardy, di Jakarta, Rabu (24/1).
Dengan segala kisruh yang terjadi menjelang Pemilu 2024, dia melihat ketidakpastian politik dalam negeri masih akan berlanjut hingga putaran kedua agenda lima tahunan ini, yang diperkirakan akan dilangsungkan pada Juli 2024. Dengan catatan, belum ada pasangan calon presiden dan wakil presiden yang memenangkan suara mutlak di putaran pertama.
IHSG loyo?
Sementara itu, secara historis, pesta demokrasi akan membuat indeks harga saham gabungan (IHSG) melemah. Penyebabnya, para investor sedang menunggu kepastian soal siapa presiden yang bakal memimpin Indonesia selama lima tahun ke depan.
Kondisi tersebut berbeda jika dibandingkan pada tahun kritis 2019. Pada saat itu, IHSG dapat kembali mengalami penguatan. Juga saat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan sanksi berupa kenaikan tarif impor sebesar 25% pada barang-barang asal China. Demikian juga pada 2008 saat terjadi krisis keuangan dunia.
“Tren IHSG baru mengalami pembalikan, bahkan rally (meningkat tajam) setelah adanya kejelasan hasil pemilu. Dan ke depan, bagaimana 2024 ini kita melihat bahwa kemungkinan tren ini masih akan bisa terus berlanjut,” imbuh Robert.
Terpisah, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Samuel Kesuma mengungkapkan, valuasi pasar saham Indonesia saat ini sudah jauh lebih rendah dibanding valuasi rata-rata selama sepuluh tahun belakangan. Perlu diketahui, karena kondisi ekonomi dan ketidakpastian geopolitik yang telah terjadi di akhir 2023, pasar modal domestik tahun lalu diwarnai aksi arus keluarnya dana investor asing (capital outflow) senilai Rp6 triliun.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, nilai transaksi harian saham Rata-rata Nilai Transaksi Harian (RNTH) tahun lalu turun menjadi sekitar Rp11 triliun per hari, dari sebelumnya Rp 15 triliun per hari pada 2022.
Di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi dunia, serta politik dalam negeri, aktivitas perekonomian di tahun pemilu dan kondisi moneter yang lebih akomodatif diprediksi dapat memperbaiki konektivitas antara kondisi makro ekonomi Indonesia dengan aliran likuiditas ke pasar saham nasional.
“Latar belakang makro yang lebih positif bagi dunia investasi menjelang peralihan kebijakan moneter global ke arah yang lebih akomodatif pada tahun 2024 memberikan katalis positif yang dapat membuka peluang valuasi saham dihargai lebih tinggi,” jelas Samuel, dalam keterangannya kepada Alinea.id, dikutip Kamis (25/1).
Selain itu, optimisme di pasar modal juga diharapkan muncul dari potensi pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia, yang apabila hal ini dilakukan dapat meningkatkan stabilitas rupiah. Sementara potensi penurunan suku bunga ini, meski belum dimulai bank sentral, telah disampaikan komitmennya oleh Gubernur BI Perry Warjiyo setiap bulannya, dalam paparan Hasil Rapat Dewan Gubernur BI.
“Siklus penurunan suku bunga BI nantinya akan mengikuti perkembangan The Fed (The Federal Reserve/Bank Sentral Amerika Serikat), pergerakan rupiah, dan arus masuk modal. Penyesuaian akan dilakukan secara bertahap. Secara historis, siklus penurunan suku bunga BI dimulai setelah tingkat suku bunga riil mencapai sekitar 3%,” ramal Senior Portfolio Manager Equity MAMI Katarina Setiawan.
Tahun 2024 masih diselimuti oleh ketidakpastian. Eskalasi konflik di Timur Tengah, imbas genosida yang dilakukan Israel terhadap Gaza dinilai akan berdampak pada pelemahan ekonomi global 2024.
Berbagai pihak memperkirakan pertumbuhan ekonomi lesu. Bank Dunia alias World Bank dalam laporan Global Economic Prospect, memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya 2,6% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 2,4% untuk tahun 2024. Selain itu, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memproyeksikan ekonomi dunia bakal melambat dari 3% menjadi 2,9% di tahun ini.
Kemudian, dalam acara Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI), bank sentral Indonesia juga meramal, ekonomi global akan tumbuh melambat, seiring dengan meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan.
“Ekonomi global diperkirakan tumbuh 3% pada 2023 dan melambat menjadi 2,8% pada 2024,” beber Gubernur BI Perry Warjiyo, Rabu (17/1) lalu.
Di Indonesia, ketidakpastian pasar uang juga dipengaruhi oleh pemilihan umum (Pemilu) 2024. Mirae Asset Sekuritas melihat, isu soal pelanggaran kode etik yang dilakukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam pembuatan keputusan untuk meloloskan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon wakil presiden (cawapres) adalah salah satu yang banyak mendapat sorotan masyarakat, termasuk investor.
Tidak hanya itu, hingga berlangsungnya debat pemilihan presiden (pilpres) keempat pada Minggu (21/1) kemarin juga belum bisa memunculkan satu nama pasangan calon (paslon) yang diduga kuat akan lolos dalam putaran pemilu 14 Februari nanti. “Hasil survei terbaru menunjukkan belum ada satu kandidatpun yang mendominasi dengan lebih dari 51% perolehan suara. Mungkin kemarin ada yang mempublikasikan ada yang mencapai 52%, tapi lebih banyak mungkin di bawah 51%,” kata Head of Research Mirae Asset Robertus Hardy, di Jakarta, Rabu (24/1).
Dengan segala kisruh yang terjadi menjelang Pemilu 2024, dia melihat ketidakpastian politik dalam negeri masih akan berlanjut hingga putaran kedua agenda lima tahunan ini, yang diperkirakan akan dilangsungkan pada Juli 2024. Dengan catatan, belum ada pasangan calon presiden dan wakil presiden yang memenangkan suara mutlak di putaran pertama.
IHSG loyo?
Sementara itu, secara historis, pesta demokrasi akan membuat indeks harga saham gabungan (IHSG) melemah. Penyebabnya, para investor sedang menunggu kepastian soal siapa presiden yang bakal memimpin Indonesia selama lima tahun ke depan.
Kondisi tersebut berbeda jika dibandingkan pada tahun kritis 2019. Pada saat itu, IHSG dapat kembali mengalami penguatan. Juga saat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan sanksi berupa kenaikan tarif impor sebesar 25% pada barang-barang asal China. Demikian juga pada 2008 saat terjadi krisis keuangan dunia.
“Tren IHSG baru mengalami pembalikan, bahkan rally (meningkat tajam) setelah adanya kejelasan hasil pemilu. Dan ke depan, bagaimana 2024 ini kita melihat bahwa kemungkinan tren ini masih akan bisa terus berlanjut,” imbuh Robert.
Terpisah, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Samuel Kesuma mengungkapkan, valuasi pasar saham Indonesia saat ini sudah jauh lebih rendah dibanding valuasi rata-rata selama sepuluh tahun belakangan. Perlu diketahui, karena kondisi ekonomi dan ketidakpastian geopolitik yang telah terjadi di akhir 2023, pasar modal domestik tahun lalu diwarnai aksi arus keluarnya dana investor asing (capital outflow) senilai Rp6 triliun.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, nilai transaksi harian saham Rata-rata Nilai Transaksi Harian (RNTH) tahun lalu turun menjadi sekitar Rp11 triliun per hari, dari sebelumnya Rp 15 triliun per hari pada 2022.
Di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi dunia, serta politik dalam negeri, aktivitas perekonomian di tahun pemilu dan kondisi moneter yang lebih akomodatif diprediksi dapat memperbaiki konektivitas antara kondisi makro ekonomi Indonesia dengan aliran likuiditas ke pasar saham nasional.
“Latar belakang makro yang lebih positif bagi dunia investasi menjelang peralihan kebijakan moneter global ke arah yang lebih akomodatif pada tahun 2024 memberikan katalis positif yang dapat membuka peluang valuasi saham dihargai lebih tinggi,” jelas Samuel, dalam keterangannya kepada Alinea.id, dikutip Kamis (25/1).
Selain itu, optimisme di pasar modal juga diharapkan muncul dari potensi pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia, yang apabila hal ini dilakukan dapat meningkatkan stabilitas rupiah. Sementara potensi penurunan suku bunga ini, meski belum dimulai bank sentral, telah disampaikan komitmennya oleh Gubernur BI Perry Warjiyo setiap bulannya, dalam paparan Hasil Rapat Dewan Gubernur BI.
“Siklus penurunan suku bunga BI nantinya akan mengikuti perkembangan The Fed (The Federal Reserve/Bank Sentral Amerika Serikat), pergerakan rupiah, dan arus masuk modal. Penyesuaian akan dilakukan secara bertahap. Secara historis, siklus penurunan suku bunga BI dimulai setelah tingkat suku bunga riil mencapai sekitar 3%,” ramal Senior Portfolio Manager Equity MAMI Katarina Setiawan.
Dalam Dokumen Dot Plot FOMC (Federal Open Market Committee), grafik yang merangkum prospek FOMC terhadap suku bunga dana federal di bulan Desember 2023 mengindikasikan, pemangkasan suku bunga dapat lebih besar dibandingkan perkiraan sebelumnya. Hal itu mengafirmasi harapan pasar terhadap The Fed untuk dapat lebih agresif dalam menurunkan suku bunga di tahun 2024.
Pasar memperkirakan, pemangkasan suku bunga The Fed akan sebesar 150 basis poin (bps). Sedangkan melalui dot plot, The Fed memberi sinyal pemangkasan hanya 75 bps.
"Kami memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai level 7.800 di akhir tahun 2024,” ujar Samuel.
Mana saham paling menarik?
Di sisi lain, dengan asumsi Pemilu 2024 berjalan kondusif dan diikuti oleh penurunan suku bunga oleh BI dan The Fed, Mirae Asset Sekuritas memperkirakan, nilai wajar IHSG akan berada di level 8.100 hingga akhir 2024. Head of Research Mirae Asset Robertus Hardy bilang, kinerja ini ditopang oleh investasi domestik dan kapitalisasi saham emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar yang masih kecil.
Sebagai contoh, lima saham blue chips dengan kapitalisasi pasar terbesar, yaitu saham Bank PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Barito Renewable Energy Tbk. (BREN), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI), PT Bayan Resources Tbk. (BYAN), dan PT Bank Mandiri Tbk. memiliki nilai kapitalisasi pasar sebesar US$273 miliar. Nilai ini jauh di bawah lima perusahaan terbesar di bursa saham Korea Selatan (US$628 miliar), Jepang (US$672 miliar) dan India (US$691 miliar).
“(Rekomendasi) saham kami masih belum berubah ada BBCA, BBRI, ACES (PT ACE Hardware Indonesia Tbk.), MAPI (PT Mitra Adiperkasa Tbk.), TLKM (PT Telkom Indonesia Tbk.), ISAT (PT indosat Tbk.), dan ASII (PT Astra International Tbk.),” rinci Robert.
Untuk investasi hingga semester I-2024, dia menyarankan agar para investor menanamkan modalnya di instrumen investasi konvensional. Beberapa di antaranya adalah reksa dana pasar uang dan reksa dana yang berbasis obligasi korporasi dan negara.
Meski ada volatilitas yang meningkat hingga akhir Juni nanti, Robert melihat potensi konsolidasi IHSG tidak akan terlalu parah. Sebab, enam bulan ke depan, IHSG masih akan ditopang oleh beberapa sektor, seperti telekomunikasi, konsumer dan perbankan, yang diperkirakan akan mendapat banyak manfaat dari potensi trafik layanan data.
“Di setiap event besar nasional seperti Asean Games, mungkin juga gempa bumi, itu ada peningkatan layanan traffic telekomunikasi dan elastisitas belanja ritel yang masih cukup tinggi, yang diperkirakan bisa tumbuh sekitar 3,8% hampir 4%. Di sisi lain, ada potensi penurunan suku bunga yang akan berdampak bagus pada penyaluran kredit perbankan potensial,” tutur Robert.