Awal Maret 2025, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan, bakal memberantas premanisme dan pungutan liar di kawasan industri yang ada di Jawa Barat. Hal itu disampaikan Dedi kala meresmikan PT Ultimate Noble Indonesia di Garut, Jawa Barat, Senin (3/3).
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan yang akrab disapa Noel menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Dedi untuk menindak premanisme di pabrik-pabrik di Jawa Barat.
“Banyak kawasan industri yang selama ini mengeluhkan adanya premanisme di lingkungan pabrik. Kami berharap kebijakan yang diterapkan di Jabar ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia,” kata Noel, Selasa (4/3), dikutip dari Antara.
Menurut Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan Universitas Krisnadwipayana, Payaman J. Simanjuntak, premanisme sudah sangat lama mengganggu keamanan dunia bisnis di Inodnesia. Terutama sesudah era reformasi.
“(Premanisme) ini termasuk penyebab berbisnis di Indonesia menjadi sangat mahal,” ujar Payaman kepada Alinea.id, Selasa (18/3).
“Pemerintah perlu sangat tegas memberantas premanisme dan menjamin keamanan berbisnis di Indonesia.”
Dikutip dari Antara, awal Februari 2025, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia Sanny Iskandar menyatakan, mengalami kerugian hingga ratusan triliun rupiah lantaran investasi yang batal dan keluar dari kawasan industri dampak premanisme dari organisasi kemasyarakatan (ormas). Sanny membeberkan, wilayah yang sering terjadi premanisme ormas, berada di Bekasi, Karawang, Jawa Timur, dan Batam.
Sanny menyebut, ormas kerap menyababkan gangguan keamanan karena masuk ke kawasan industri untuk demonstrasi. Biasanya, ormas itu meminta diikutsertakan dalam proses pembangunan atau aktivitas pabrik.
“Mereka ingin supaya terkait dengan pabrik, dia kan butuh transportasi, katering, ingin beli ini, beli itu, mau bangun perluasan pabriknya atau apa, mereka itu minta diserahkan ke mereka,” kata Sanny, dikutip dari Antara.
Menurut Payaman, biasanya preman mengenakan tarif keamanan mingguan atau bulanan yang cukup mahal. Di samping itu, mereka melakukan pungutan untuk muat dan bongkar barang dari truk atau kendaraan lain. Ada konsekuensi bila pelaku industri tidak memberikan uang kepada preman.
“Kendaraan perusahaan atau karyawan perusahaan tidak bisa lewat menuju perusahaan,” tutur Payaman.