close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna Setia./Eka Setiyaningsih
icon caption
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna Setia./Eka Setiyaningsih
Bisnis
Kamis, 22 November 2018 17:00

BEI tunggu informasi dari Kominfo sebelum suspen KLBV

BEI telah memanggil dan bertemu dengan manajemen First Media terkait masalah ini
swipe

Bursa Efek Indonesia (BEI) baru akan menghentikan sementara perdagangan saham (suspensi) kepada PT First Media Tbk. (KLBV) apabila Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) mencabut izin frekuensi perusahaan tersebut. 

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna Setia mengatakan suspensi akan dilakukan jika terbukti izin frekuensi dicabut dan memengaruhi kekhawatiran investor terhadap keberlangsungan perusahaan. 

"Kalau misal izin tersebut menyebabkan going concern terganggu keberlanjutannya, bisa dilakukan suspen," kata Nyoman di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (22/11). 

Sebelumnya, BEI telah memanggil dan bertemu dengan manajemen First Media terkait masalah ini. Namun pihak First Media menyatakan masih menyelesaikan masalah ini dengan Kominfo.

"Sudah dipanggil dan datang sendiri, dua kali. Sampai saat ini kan Kominfo masih proses, silahkan tunggu dulu. Itu juga kami tanyakan karena pencabutan izin itu memengaruhi bisnis mereka dan going concern. Sekarang mereka masih menunggu," jelas Nyoman.

Namun, jika ingin tetap melakukan perdagangan saham, maka First Media harus meyakinkan investornya jika masih ada lini usaha lain yang mampu memberikan pendapatan bagi perusahaan.

"Kemudian selain bisnis itu ada yang kasih income untuk menggantikan streamline yang proporsinya berapa, sehingga mereka bisa meyakinkan perusahaan ini masih ada future prospect. Mereka kalau ada anak yang konsolidasi dan misalnya dominan tentunya akan memengaruhi induknya," papar Nyoman.

Sekadar informasi, beberapa waktu lalu Kominfo telah membahas kelanjutan nasib PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Internux yang membawahi layanan internet 4G nirkabel, Bolt, terkait izin penggunaan frekuensi 2,3 Ghz.

Surat Keputusan (SK) pencabutan izin terhadap dua anak perusahaan Grup Lippo ini seharusnya diterbitkan pada Senin (19/11) kemarin menyusul keterlambatan pelunasan kewajiban tunggakan BHP (Biaya Hak Pakai) kepada negara yang dijadwalkan paling lambat 17 November lalu.

Akan tetapi, hingga kini SK tersebut belum dikeluarkan lantaran First Media dan Bolt mengajukan proposal baru terkait restrukturisasi pembayaran utang Senin kemarin.

Selain itu, First Media dan Bolt juga telah mencabut gugatan terhadap Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Berdasarkan data Kominfo, First Media diketahui menunggak kewajiban pembayaran BHP sejak 2016-2017 sebesar Rp 364,8 miliar dan Bolt sebesar Rp 343,5 miliar. 

Kominfo menyebut, tidak dapat memutuskan sendiri hal tersebut. Pasalnya, bila mereka tidak bisa membayar, maka hal itu harus dibicarakan terlebih dahulu dengan Kementerian Keuangan.

Menteri Kominfo Rudiantara menjelaskan meskipun dicabut izin penggunaan frekuensi sebenarnya untuk First Media masih bisa menjalankan bisnisnya. Sebab First Media bukan hanya menggunakan izin frekuensi untuk menggoperasikan mobile broadband, namun juga menggunakan izin televisi kabel yang tidak terganggu dengan tunggakan tersebut. 

"Tapi kalau Bolt kan enggak punya izin lain, otomatis terganggu," ujar Rudiantara di Capital Place, Jakarta, Senin (19/11).

Jika izin penggunaan frekuensi ini benar-benar dicabut, maka layanan internet FastNet dan TV Kabel dari PT First Media Tbk tidak akan terpengaruh karena tidak termasuk ke dalam izin frekuensi 2,3 Ghz. Gangguan hanya akan dialami pada Bolt dan layanan mobile broadband-nya langsung non aktif.

img
Eka Setiyaningsih
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan