close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi ayam. Foto Freepik.
icon caption
Ilustrasi ayam. Foto Freepik.
Bisnis - Perdagangan
Sabtu, 05 Oktober 2024 20:01

Bencana oversupply ayam bagi peternak

Kondisi oversupply ayam membawa bencana bagi peternak kecil dan peternak mandiri.
swipe

Kondisi oversupply ayam menghantui Indonesia setiap tahun. Kelebihan stok atau surplus menyebabkan harga jual ayam hidup di tingkat peternak turun dan merugi. 

Nasib peternak

Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan, telur ayam dan daging unggas adalah dua dari sedikit komoditas yang surplus. Surplus bukan membawa berkah, tapi justru sering jadi masalah, bahkan bencana bagi peternak kecil dan peternak mandiri. 

Menurutnya, peternak jenis ini modalnya terbatas, memiliki manajemen tradisional, dan ketergantungan pada input luar, yakni bibit bentuk anak ayam yang berumur satu hari alias day old chick (DOC), pakan, dan obat-obatan amat tinggi. Harga input terus naik, setidaknya stagnan. 

Kemudian, harga output dalam bentuk ayam hidup atau karkas, terutama di level peternak sering jatuh di bawah harga pokok penjualan (HPP) yang ditetapkan pemerintah.

"Di sisi lain ada peternak besar yang jadi mitra korporasi," tuturnya kepada Alinea.id, Jumat (4/10).

Ia juga menemukan, korporasi besar yang mengembangkan integrasi vertikal dan horizontal kuat dalam modal, manajemen, pasar dan teknologi. Alhasil, ada ketimpangan yang besar di antara pelaku. 

“Mestinya surplus itu diolah jadi produk jadi atau setengah jadi bernilai tambah tinggi. Yang terjadi hilirisasi itu tidak berjalan baik dan belum banyak berubah sejak puluhan tahun,” jelasnya.

Menurutnya, porsi terbesar produk yang dijajakan oleh korporasi besar dan integrator masih di pasar becek atau pasar tradisional. Padahal, pasar becek adalah lapak peternak kecil dan mandiri menjual produknya. 

Hal ini membuat adanya pertarungan tak seimbang dan yang jadi korban serta secara gradual tersingkir adalah peternak kecil dan mandiri. Semestinya, katanya, pemerintah bisa mendorong dan mewajibkan korporasi melakukan hilirisasi. 

“Kewajiban harus diawasi dan dievaluasi. Jika melanggar, ya mesti dikenakan sanksi,” ucapnya.

Makan bergizi gratis

Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) Maino Dwi Hartono mengakui permasalahan ini sudah terjadi selama bertahun-tahun. Untuk mengatasi oversupply ayam, pemerintah memberikan bantuan pangan berupa daging ayam dan telur dalam rangka penanganan stunting. 

Ia menjelaskan, penyaluran cadangan pangan pemerintah (CPP) telah diberikan kepada 1,446 juta jiwa Keluarga Berisiko Stunting di tujuh provinsi pada tahun 2024. Yakni dengan pemberian daging ayam 1 kilogram dan telur 10 butir. Langkah ini diharapkan bisa berlanjut tahun depan dan bertambah sebaran wilayah dari yang saat ini baru tujuh provinsi, apalagi masih ada provinsi-provinsi lain yang belum tersalurkan.

Selain itu, program unggulan presiden terpilih Prabowo Subianto, yakni makan siang bergizi gratis dianggap sebagai solusi atas permasalahan oversupply ayam. Nantinya, perlu diatur skema dan pola penyaluran. Tujuannya, mendorong agar program tersebut dapat menyerap produk-produk pangan termasuk peternakan dari peternak kecil atau usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). 

"Sehingga peternak punya saluran pemasaran dan harganya menguntungkan bagi peternak," katanya kepada Alinea.id, Jumat (4/10).

Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) Trioso Purnawarman mengatakan program makan siang bergizi gratis tidak terlalu signifikan menyerap ayam livebird atau ayam hidup dari peternak mandiri. Pasalnya, kebijakan tersebut dilakukan secara bertahap. Apalagi, efektivitas program baru berjalan pada Januari 2025 yang hanya berlaku untuk 20 juta warga. Kemudian tahun 2026 untuk 65 juta, dan pada 2027 dengan 82,9 juta saja.

"Jadi, program ini tidak cepat meningkatkan demand. Mungkin tidak terlalu signifikan," ujarnya, Kamis (3/10).

Menurutnya, perlu program yang cepat dan terstruktur serta promosi mendorong konsumsi ayam baik dari pemerintah pusat dan daerah guna mengatasi isu tersebut. 

Adapun guna ​​​​​mewujudkan rantai pasok unggas yang adil dan berkeadilan, menurutnya, peternak mandiri perlu membentuk asosiasi bergabung dengan rumah potong hewan unggas dan pabrik pangan. Peternak saat ini dinilai tidak bisa berdikari untuk bersaing dengan pengusaha integrator.

Belum lagi, sudah ada peraturan yakni Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang mengatur pelaku usaha budi daya ayam dengan pola kemitraan. Namun, petenak belum mengikuti anjuran program dari pemerintah. Kemitraan akan membawa banyak keuntungan bagi pelaku UMKM.

Dengan sistem manajemen horizontal, peternak bisa bersaing dengan pengusaha integrator. Ia menyebut, kini ada pelaku usaha pembibitan yang tidak punya pabrik pakan, kemudian ada pabrik pakan yang tidak punya bibit dan ada peternak yang tidak memiliki rumah potong hewan unggas. 

“Namanya aliansi antarusaha yang saling mendukung. Supply terpelihara, harga terjangkau, dan serapan dari ayam livebird langsung dipotong dan masyarakat ada kepastian," ucap Trioso.

Sementara itu, Khudori juga menilai program makan siang bergizi gratis tidak seutuhnya dapat menjadi solusi. Pasalnya, produksi daging ayam terpusat di beberapa wilayah, sedangkan kebutuhan daging meluas di semua wilayah. 

Maka dari itu, dibutuhkan sistem logistik dan transportasi yang baik. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah skema pemenuhan bahan baku pangan untuk makan siang bergizi gratis.

“Program makan bergizi gratis terpusat atau diserahkan unit layanan atau dapur umum?” tuturnya.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan