close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sejumlah aset tanah dan properti milik PT Hanson International Tbk. (MYRX) disita Kejaksaan Agung lantaran diduga terkait kasus korupsi Benny Tjokro. Alinea.id/Dwi Setiawan
icon caption
Sejumlah aset tanah dan properti milik PT Hanson International Tbk. (MYRX) disita Kejaksaan Agung lantaran diduga terkait kasus korupsi Benny Tjokro. Alinea.id/Dwi Setiawan
Bisnis
Selasa, 25 Februari 2020 21:14

Benny Tjokro yang korupsi, konsumen yang rugi

Kejagung tidak memikirkan nasib konsumen dalam penyegelan aset yang diduga milik Benny Tjokrosaputro. Kalau sudah begini, siapa yang rugi?
swipe

Saga kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sudah hampir sampai di tahap final. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kabarnya sudah mengantongi 60% bukti kecurangan atau fraud Jiwasraya. 

Akhir bulan ini, bukti-bukti dan angka pasti kerugian negara atas kasus tersebut bakal diumumkan. Pengumaman bukti dan angka kerugian negara ini akan membuka tabir untuk mengungkap sejumlah entitas lain yang juga diduga terlibat dalam kasus ini.

“Bukti-buktinya sudah cukup lengkap. Itu di tahap pertama, maka aspek itu bisa diumumkan ke publik. Jadi angka sudah didapat,” tutur Ketua BPK, Agung Firman Sampurna kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Kamis (20/2).

Meski demikian, skandal Jiwasraya rupanya masih menyisakan kekalutan dari berbagai pihak, termasuk di antaranya konsumen properti di proyek PT Hanson International Tbk. (MYRX).

Sejumlah konsumen meradang lantaran Kejaksaan Agung (Kejagung) secara sepihak memblokir tanah di Millenium City dan Forest Hill Parung Panjang yang diduga sabagai aset milik tersangka Jiwasraya, Benny Tjokrosaputro (Bentjok), pemilik Hanson.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono kala itu mengatakan, pemblokiran dilakukan untuk mengecek apakah tanah tersebut masih atas nama Bentjok atau tidak. Hasilnya, persis seperti dugaan, tanah tersebut memang masih milik Bentjok. 

“Tim penyidik sudah melakukan pengecekan ke BPN (Badan Pertanahan Nasional). Hasilnya, dua bidang tanah di perumahan itu masih atas nama tersangka BT,” tutur Hari saat dikonfirmasi, Jumat (14/2).

Dengan begitu artinya, kini tanah seluas 20 hektare dan 60 Ha tersebut sudah tidak bisa lagi diperjualbelikan. "Kalau sudah diblokir, artinya tanah itu tidak bisa lagi diapa-apakan. Baik dijual maupun dibalik nama," tegas Hari.

Masalahnya, kedua tanah itu diblokir setelah sebagian besar unit properti di proyek tersebut sudah terjual. Karena itu, terang saja konsumen patut meradang dengan adanya pemblokiran.

Sebagian mereka mempertanyakan bagaimana nasib properti yang dibelinya. Apakah lanjut atau dihentikan? Jika dihentikan, apakah uang mereka kembali atau tidak? Jika kembali, berapa persen?

Namun apapun jawabannya, konsumen jelas dirugikan atas pemblokiran tersebut.

Konglomerat pemilik PT Hanson International Tbk. (MYRX) Benny Tjokrosaputro usai diperiksa sebagai tersangka dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) oleh Kejaksaan Agung. / Antara Foto

Pengakuan korban

Sepasang kekasih Rahadian dan Tiara yang merupakan konsumen properti di Forest Hill pun menyesalkan sikap Kejagung yang seakan-akan tidak memedulikan nasib konsumen. Menurut Rahadian, mestinya Kejagung mempertimbangkan hak-hak konsumen dalam aset yang disita tersebut.

“Kecawa sih pasti. Gimana ya? Di situ ‘kan juga ada hak-hak konsumen. Bukan gue aja ya, tapi juga konsumen lain ‘kan,” tutur Rahardian saat berbincang dengan Alinea.id pekan lalu.

Rahadian dan pasangannya mengaku, membeli rumah di Forest Hill pada akhir Desember tahun lalu. Keduanya membeli rumah di sana lantaran lokasinya yang dekat dengan stasiun kereta api dan cukup terjangkau.

Harga rumah yang mereka beli sekira Rp360 juta dengan ukuran 27/60 meter persegi. Sejauh ini, kata Rahadian, keduanya telah mengeluarkan uang sebesar Rp7,6 juta untuk mencicil uang muka dan booking fee.

“Rp3 juta itu buat booking fee. Terus kami bayar lagi tuh buat cicilan pertama bulan Desember Rp2,3 juta. Masih aman. Akhirnya kita bayar lagi tanggal 28 Januari cicilan yang kedua. Jadi sekitar Rp7 jutaan deh yang keluar,” terang Tiara lebih terperinci.

Namun, setelah adanya pemblokiran, keduanya sepakat untuk berhenti mencicil demi alasan keamanan. Padahal, aku keduanya, rumah tersebut mereka beli dengan harapan agar saat menikah nanti mereka sudah punya tempat tinggal dan tidak perlu mengontrak.

“Nikah sih tetap jadi. Cuma ya itu, kita jadi harus nyicil rumah lagi. Daripada nanti malah rugi lebih banyak ‘kan. Bingung juga. Itu ‘kan (rumah) kita beli rencananya biar kalau udah nikah nanti ngontraknya enggak lama-lama, karena udah nyicil rumah ‘kan,” kata Rahadian sedikit menyesalkan.

Berbeda dengan Rahadian dan Tiara, konsumen lain yakni Adimas Adam, seorang karyawan swasta di Jakarta Selatan mengaku, harus menarik kembali pengajuan KPR-nya (Kredit Pemilikan Rumah) di perumahan Forest Hill lantaran aksi pemblokiran tersebut.

Meski belum mengalami kerugian secara materil, Adimas sedikit kecewa karena menurutnya rumah yang mau dibelinya itu sudah amat sesuai dengan kriteria yang ia cari.

“Waktu itu saya ambil di Parung Panjang, cuma karena kasus yang Jiwasraya yang Forest Hill itu akhirnya saya tarik. Ya bukan rezekilah. Secara lingkungan dan secara akses sudah memenuhi kriteria saya banget,” kata ia saat ditemui Alinea.id di pameran Indonesia Property Expo (IPEX), Minggu (16/2).

Infografik aset milik PT Hanson International Tbk. (MYRX) yang disita Kejaksaan Agung. Alinea.id/Dwi Setiawan

Penjelasan Hanson

Ditanya secara terpisah, Direktur Hanson International Adnan Tabrani menegaskan bahwa seharusnya konsumen tidak perlu khawatir atas penyegelan tersebut. Sebab menurut Adnan, pemblokiran ini hanya bersifat sementara untuk membuktikan total kerugian negara.

“Untuk blokir ini ‘kan cuma kira-kira. Nanti kalau sudah ada ketentuan kira-kira berapa kerugiannya yang harus ditanggung oleh Pak Benny ya dihitung. Kalau memang jumlahnya enggak banyak, ya enggak (diambil) dari tanah tersebut,” kata Adnan saat dikonfirmasi Alinea.id pekan lalu.

Lagipula, tambah dia, Hanson yang bersandi saham MYRX itu adalah milik publik, dan bukan milik Bentjok secara perorangan. Saham Bentjok di sana hanya 6% dari total keseluruhan aset Hanson.

Jadi, menurut Adnan, Kejagung tidak bisa secara serampangan menyita seluruh aset Hanson International, baik itu yang dimiliki anak usahanya ataupun Hanson secara induk.

“Itu (Forest Hill) ‘kan yang bangun PT Mandiri Mega Jaya (anak usaha Hanson). Jadi Hanson itu kira-kira cuma punya 81% (saham) di sana. Cuma ‘kan Hanson emang punya Pak Benny? Pak Benny cuma punya 6%, sisanya ya publik,” terang ia.

Adnan memastikan, saat ini proyek di Forest Hill dan Millenium City masih terus dilanjutkan. Konsumen tidak perlu khawatir bahwa nanti properti yang telah dibelinya bakal disita oleh Kejagung.

“Mestinya enggak usah takut. Aman. Iyalah. Enggak akan ada penyitaan,” tegasnya.

Kuasa hukum Benny Tjokrosaputro, Muchtar Arifin mengklaim saham kliennya di Hanson International tidak banyak. Kendati demikian, penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus masih tetap melakukan pemblokiran terhadap aset milik Hanson.

“Di Hanson menurut keterangan klien kami, dia punya saham 18%, adapun 82% milik publik dimiliki oleh sekitar 8500 orang,” kata Arifin dalam pernyataan resminya di bilangan Jakarta Pusat, Senin (24/2).

Menurut Arifin, penyidik memang banyak melakukan kesalahan-kesalahan dalam penyitaan aset milik Bentjok.

Arifin menuturkan, penyidik seharusnya memilah aset-aset yang terbukti berkaitan dengan korupsi Jiwasraya secara profesional. Pasalnya, penyitaan yang dianggap banyak melanggar aturan hukum itu merugikan banyak pihak tak terkait.

Proyek properti Forest Hill di Parung Panjang, Banten, milik PT Hanson International Tbk. (MYRX). / Propertyinside.id

Properti Hanson dan anak usahanya

Namun jika ditelisik lebih jauh, Hanson sendiri tidak hanya memiliki dua proyek properti di Forest Hill dan Millenium City. Perusahaan yang sudah berevolusi dari bisnis batu bara menjadi properti ini masih punya beberapa proyek properti lainnya di kawasan Maja, Lebak, Banten.

Di sana, Hanson bekerja sama dengan Ciputra Group membangun perumahan Citra Maja Raya 1 seluas 430 Ha, dan Citra Maja Raya 2 dengan luas 450 Ha. Hanson bahkan masih memiliki sekitar 3.400 Ha lahan yang belum digarap di wilayah ini.

Sementara jika merujuk pada pernyataan Kejagung soal penyegelan tanah seluas 20 Ha di Forest Hill dan 60 Ha di Millenium City, angka tersebut ternyata tidak ada seberapanya dibandingkan total luas lahan Hanson yang sebenarnya.

Di Forest Hill, Hanson tercatat memiliki total luas lahan 46 Ha. Artinya pemblokiran Kejagung di sana tidak sampai 50% dari keseluruhan lahan Hanson di Forest Hill.

Sedangkan di Millenium City, lahan Hanson mencapai 1.000 Ha. Dengan begitu, 60% lahan yang diblokir Kejagung di kawasan ini hanya 6% dari total lahan Hanson secara keseluruhan.

Lalu berdasarkan laman resmi perusahaan, Hanson juga masih memiliki dua lahan di wilayah Cengkareng dan Bekasi. Lahan Hanson di Cengkareng membentang seluas 150 Ha dan berlokasi dekat dengan Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Di Bekasi, Hanson masih memiliki lahan seluas 400 Ha yang berlokasi dekat dengan Pantai Harapan Jaya. Maka jika ditotal secara keseluruhan, total lahan yang dimiliki Hanson Internasional saat ini adalah sekitar 4.996 Ha.

Hanson sendiri saat ini memiliki satu anak perusahaan, yakni PT Mandiri Mega Jaya (MMJ) yang juga membawahi 19 anak usaha lainnya. Ke-19 anak usaha ini sama-sama bergerak dalam bidang properti dan menggarap proyek seluas 4.108 Ha di wilayah Serpong.

Satu entitas usaha dari MMJ, yakni PT Pacific Millenium Land juga memiliki tujuh anak usaha lainnya yang menggarap proyek Millenium City seluas 736 Ha.

Total kepemilikan Hanson dalam entitas-entitas tersebut rerata di atas 50% hingga maksimal 99%, hanya ada enam perusahaan saja yang kepemilikannya di bawah 50%.

Dalam kasus korupsi Jiwasraya, penyidik Kejagung menetapkan enam tersangka, yakni Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk. (TRAM) Heru Hidayat, Komisaris Utama Hanson International Benny Tjokrosaputro, mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya  Hary Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi Jiwasraya Syahmirwan dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartomo Tirto. Seluruhnya ditahan di rutan yang berbeda-beda.

Dalam penghitungan sementara Kejagung, nilai aset yang telah disita mencapai Rp11 triliun. Kebanyakan aset merupakan milik tersangka Benny Tjokrosaputro.

Aset tersangka yang disita seperti sertifikat tanah, kendaraan mewah, deposito, dan rekening untuk mengembalikan kerugian negara dalam kasus ini. Tim penelusuran aset juga masih melakukan pelacakan aset di luar negeri yang diduga sengaja disembunyikan tersangka.

Infografik Benny Tjokrosaputro tersangka kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Alinea.id/Dwi Setiawan

img
Fajar Yusuf Rasdianto
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan