Peningkatan investasi melalui hilirisasi digadang-gadang menjadi kunci utama dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sebesar 8%.
Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno mengatakan selama ini pertumbuhan ekonomi Indonesia baru mencapai 5%. Capaian ini dinilai belum optimal mengingat Indonesia telah memiliki keuntungan bonus demografi dalam 12 tahun terakhir.
"Mungkin ada sesuatu yang belum optimal dari struktur ekonomi kita, sehingga harus ada nilai tambah antara lain dari hilirisasi dan industrialisasi," kata Eddy dalam acara Indonesia Economic Outlook 2025, baru-baru ini.
Eddy menambahkan, konsumsi masyarakat selama ini menjadi salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional dengan kontribusi mencapai 60%.
Meski demikian, segmen konsumsi masyarakat saja belum akan cukup sehingga diperlukan adanya investasi dan ekspor untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.
Indonesia yang punya keunggulan sumber daya alam khususnya raw material mineral dan batu bara dinilai berpeluang untuk mendongkrak nilai tambah serta memperkuat pasar ekspor.
"Harus ada peningkatan investasi agar kita kemudian bisa menciptakan nilai tambah dari aspek hilirisasi. Setelah itu bisa kita ekspor, paling tidak kita sudah bisa memproduksi sendiri, mensubstitusi impor yang selama ini kita lakukan," kata Eddy.
Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Holding Industri Pertambangan, Mining Industry Indonesia (MIND ID) Dilo Seno Widagdo mengungkapkan, industri pengolahan dan logam pertambangan memiliki kontribusi signifikan pada raihan produk domestik bruto (PDB) mencapai 12%.
"Artinya ini memang salah satu sektor yang menarik buat investor untuk masuk. MIND ID memang ada di sektor ini dan nanti punya peran untuk bisa menarik investor masuk ke Indonesia supaya mendorong investasi lebih masif," kata Dilo.
Dilo menambahkan, sebagai pemegang mandat hilirisasi, MIND ID mendorong peningkatan nilai tambah pada seluruh komoditas mineral dan batu bara. Apalagi, total foreign direct investment (FDI) ke sektor pengolahan logam dan pertambangan mencapai 28% pada tahun 2024.
Dalam mendorong peningkatan nilai tambah, roadmap pengembangan mineral kritis dan strategis menjadi salah satu aspek penting. MIND ID juga terus memperkuat pasar untuk menyerap produk-produk yang dihasilkan baik di dalam negeri maupun pasar ekspor.
"Jadi kita nanti mungkin juga akan bersama-sama dengan mitra untuk bisa menyelesaikan. Tugas kita tidak hanya berhenti di hilirisasi midstream tapi industrialisasi manufaktur sampai produk akhir," tegas Dilo.
Grup MIND ID kini fokus melaksanakan sejumlah proyek hilirisasi, yakni Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat, yang dikelola oleh PT Borneo Alumina Indonesia (BAI), proyek smelter tembaga dan Precious Metal Refinery (PMR) di Gresik, Jawa Timur oleh PT Freeport Indonesia.
Lainnya yakni proyek nikel di Halmahera Timur, yang mencakup pembangunan smelter Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) untuk memproduksi nikel serta fasilitas High-Pressure Acid Leach (HPAL) untuk bahan baku baterai kendaraan listrik.