Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng, mengajak Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mulai mengintegrasikan ekonomi dan keuangan Islam dengan pendekatan digital.
Hal itu perlu dilakukan jangan sampai OKI ketinggalan dengan negara-negara berpenduduk nonmuslim yang telah lebih dulu memanfaatkan digitalisasi sistem keuangan Islam, dalam rantai produksi sistem keuangan mereka.
"Untuk mendapatkan manfaat maksimal di era baru ini, negara-negara OKI perlu gesit dan mulai mengintegrasikan ekonomi dan keuangan Islam dengan pendekatan digitalisasi," katanya dalam video conference, Kamis (29/10).
Sugeng pun menyoroti peranan sektor keuangan Islam yang mulai banyak dilirik negara-negara nonmuslim seperti Korea Selatan, China, dan Thailand, yang mulai melakukan branding sebagai negara ramah muslim dunia.
Pasalnya, berdasarkan State of Global Islamic Economic Report 2019-2020, belanja konsumsi ekonomi Islam global di berbagai sektor diperkirakan mencapai lebih dari US$3 triliun pada 2024 atau meningkat 45% dari US$2,2 triliun pada 2018.
"Dengan potensi yang begitu besar, banyak negara yang mengalihkan fokusnya untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan Islam, meski bukan negara mayoritas muslim," ujarnya.
Adapun, negara-negara tersebut mulai mengembangkan Islam value chain dengan menawarkan sejumlah program seperti media dan rekreasi islami, pariwisata islami atau muslim-friendly tourism, apotek dan kosmetik halal, keuangan sosial dan komersial Islam, dan seterusnya.
"Negara mayoritas nonmuslim lainnya seperti China telah menghasilkan sejumlah besar item fesyen muslim. Dan mereka menjualnya melalui platform digital. Untuk itu, negara-negara OKI tidak boleh ketinggalan," ucapnya.