close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (tengah) didampingi Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara (kedua kiri), para Deputi Gubernur Sugeng (kiri), Erwin Rijanto (kedua kanan) dan Rosmaya Hadi bersiap menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur di kanto
icon caption
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (tengah) didampingi Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara (kedua kiri), para Deputi Gubernur Sugeng (kiri), Erwin Rijanto (kedua kanan) dan Rosmaya Hadi bersiap menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur di kanto
Bisnis
Jumat, 14 September 2018 10:28

BI beri sinyal kembali naikkan suku bunga acuan

Bank Indonesia memberi sinyal bakal kembali mengerek suku bunga acuannya.
swipe

Bank Indonesia memberi sinyal bakal kembali mengerek suku bunga acuannya. Pasalnya, suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Fed rate diproyeksi masih akan naik hingga 2019 ke 3,25%. 

Tren pengetatan dari The Fed akan berlangsung hingga 2019. Tahun ini, Fed rate diprediksi akan naik dua kali, yakni pada September dan Desember, sedangkan pada 2019 sebanyak 2-3 kali.  "Sehingga di dalam proyeksi BI, suku bunga AS 2019 akan naik sampai 3,25%. Jadi masih ada 1,25% lagi suku bunga AS meningkat" ujarnya. 

Kenaikan ini pun harus kembali direspons oleh kebijakan Bank Sentral di negara-negara emerging market, tak terkecuali Indonesia. BI sendiri telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 125 basis points (bps) atau 1,25% sepanjang 2018.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan tekanan dari kenaikan Fed rate  di 2019 akan jauh lebih terkontrol karena tak sebesar seperti yang terjadi pada 2015-2018 yang naik yang naik 1,75%. 

"Maka derajat kenaikannya lebih rendah dan diharapkan periodenya bisa controlable. Mudah-mudahan Fed rate bahkan bisa hanya 2,75% sesuai asumsi yang ada di pasar. Kami berharap situasi keuangan 2019 lebih controlable dibandingkan 2018 ini," tuturnya.

Kebijakan pengetatan moneter oleh AS berlangsung sejak tahun 2015. Saat itu, FFR bergerak dari 0,25% yang kini berada di level 2,0% atau naik 1,75%. 

Aba-aba kenaikan suku bunga ini pun dilakukan bahkan sejak tahun 2013, sedangkan pengetatan likuiditas juga mulai dilakukan pada 2014. Hal ini menimbulkan terjadinya volatiitas yang tinggi pada negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.  

"Jadi ada dua hal terjadi sekaligus dari The Fed, likuiditasnya berkurang dan suku bunganya naik," jelas Mirza dalam rapat dengan Komisi XI di Gedung DPR RI, Jakarta.

Hal ini, menurut Mirza, membuat BI harus menaikan suku bunga acuan pada 2013 untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan atau current account deficit dan inflasi. Kemudian dilanjutkan dengan kebijakan menurunkan suku bunga acuan pada 2016-2017.

 

img
Cantika Adinda Putri Noveria
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan