Bank Indonesia menilai defisit neraca perdagangan Agustus 2018 menunjukkan perbaikan dibanding 2018. Namun ekspektasi pasar melebihi dosis perbaikan itu sehingga nilai tukar rupiah di pasar spot tertekan sepanjang Senin siang.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, mengatakan, meskipun defisit, namun tekor neraca perdagangan Agustus 2018 hanya sebesar US$ 1,02 miliar. Jauh menurun dibanding Juli 2018 yang sebesar US$ 2,03 miliar.
"Harapan pasar lebih dari itu. Tentunya butuh waktu karena tidak bisa langsung impor dipotong. Kita lihat prosesnya bagaimana defisit dari neraca perdagangan menjadi lebih kecil," ujar dia.
Sentimen dari neraca perdagangan memang membayangi pergerakan nilai tukar mata uang Garuda hari ini. Nilai mata uang Garuda di pasar spot hingga Senin pukul 15.00 WIB berada di Rp14.884 per US$ atau melemah 78 poin dibanding penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
"Tekanan ke rupiah dari neraca perdagangan seharusnya membaik karena kita membandingkan dengan bulan lalu, kecuali estimasi pasar lebih rendah defisitnya," ujar Dody.
Dody melihat penurunan defisit neraca perdagangan Agustus 2018 ini bisa berlanjut dan akan memperbaiki defisit transaksi berjalan di kuartal III-2018 (Juli-Agustus-September) ini.
Defisit perdagangan September 2018 ini diharapkan membaik signifikan karena penerapan bahan bakar biodiesel bercampur 20% minyak kelapa sawit (B20) yang akan menurunkan impor minyak. Di sisi lain meningkatkan nilai ekspor kelapa sawit seiring tingginya permintaan.
Bank Sentral memiliki kajian bahwa penerapan B20 di semua sektor akan menurunkan impor minyak mentah hingga US$ 2,2 miliar kurun September hingga Desember 2018. Selain itu B20 juga diharapkan menambah nilai ekspor sebesar empat hingga US$ 5 miliar.
Nilai ekspor juga akan didukung dari mulai menggeliatnya volume ekspor. Dia mengklaim seharusnya dunia usaha sudah memanfaatkan nilai rupiah yang melemah dalam beberapa waktu terakhir untuk meningkatkan nilai penjualan ekspor. "Kita masih punya upaya agar ekspor lebih tumbuh, khususnya ekspor manufaktur. Harusnya dengan dorongan rupiah yang sudah terdepresiasi bisa jadi faktor untuk lebih kompetitif dari sisi ekspor," ujar dia.
Melalui kebijakan penurunan impor dan juga peningkatan ekspor, ditambah juga akumulasi upaya untuk meningkatkan investasi portofolio dan Penanaman Modal Asing, otoritas moneter masih meyakini defisit transaksi berjalan di akhir tahun akan lebih rendah dari 3% Produk Domestik Bruto. (ant)