close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri) didampingi Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara (kanan) memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (17/1)./ Antara Foto
icon caption
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri) didampingi Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara (kanan) memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (17/1)./ Antara Foto
Bisnis
Kamis, 21 Februari 2019 10:05

BI diprediksi tahan suku bunga acuan

Menahan suku bunga acuan dinilai menjadi langkah terbaik bagi BI saat ini.
swipe

Kuatnya ekonomi dalam negeri di tengah ketidakpastian global saat ini, dan sejumlah tekanan, terutama dari harga komoditas, membuat Bank Indonesia (BI) diproyeksikan akan menahan suku bunganya di angka 6% pada bulan ini. 

BI akan mengumumkan suku bunga acuan sekitar pukul 14.00 WIB, setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI digelar hari ini, Kamis (21/2). 

Kepala Riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Febrio N. Kacaribu mengatakan, kuatnya kondisi fundamental ekonomi terlihat pada inflasi yang rendah dan stabil. Juga tren menguatnya rupiah, yang sempat menyentuh di bawah Rp14.000 per dollar Amerika Serikat (AS), pada awal Februari. 

"Inflasi umum mengalami penurunan secara tahunan maupun bulanan menjadi sebesar 2,82% (year on year/yoy) dan 0,32% (month to month/mom) dari 3,13% dan 0,62% pada Desember 2018," kata dia melalui keterangan tertulisnya, Kamis (21/2). 

Harga-harga bahan makanan yang lebih terkendali, serta terjadinya penurunan harga BBM nonsubsidi, menjadi dua pendorong utama deflasi di bulan Januari 2019.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang sedikit lebih tinggi dibandingkan Triwullan-III 2018, yakni menjadi 5,18% (yoy), membuat ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2018 tumbuh 5,17%. 

Di tengah ketidakpastian ekonomi sepanjang tahun lalu, konsumsi tumbuh sangat kuat sehingga sektor perdagangan besar dan ritel, ikut tumbuh dengan signifikan sebesar 5,58% (yoy). 

"Tingginya pertumbuhan konsumsi masyarakat, merupakan penolong utama dari kondisi fundamental Indonesia dan diprediksikan akan tetap menguat sepanjang tahun 2019", ujar Febrio.

Trend apresiasi rupiah hingga mencapai lebih rendah dari Rp14.000 pada awal Februari 2019, kata dia, disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan pasar, atas penguatan indikator fundamental Indonesia selama Triwulan IV-2018. 

Inisiatif  BI di pasar swap, pasar DNDF, hingga penerapan negative Tobin Tax pada konversi devisa hasil ekspor sumber daya alam, juga ikut berkontribusi dalam menarik investor ke asset rupiah.

"Lebih dari itu, ekspektasi penundaan kenaikan suku bunga oleh the Fed di tahun 2019 melalui dovish monetary stance, berkontribusi besar pada pembalikan investasi portofolio hingga saat ini," Febrio menambahkan. 

Kendati demikian, harga minyak mentah yang cenderung naik belakangan ini, dinilai akan menjadi salah satu sumber utama ketidakpastian bagi rupiah. Kenaikan harga minyak mentah, secara langsung berdampak pada rupiah melalui neraca perdagangan.

Adapun jumlah modal portofolio yang masuk, telah menutupi semua modal keluar sepanjang Januari-Oktober 2018 yang lalu, kurang lebih US$7,5 miliar. Imbal hasil obligasi pemerintah Januari 2019 stabil berada pada posisi 6,8% untuk tenor satu tahun dan 8,2% untuk tenor 10 tahun. 

Menyambut FOMC meeting di bulan Maret nanti, ketika probabilita kenaikan Fed funds rate masih sekitar 0%, kondisi pasar aset emerging economies jauh lebih tenang dibandingkan tahun lalu. "Kondisi dan prospek perkonomian AS membuat sentimen pasar terhadap risky assets menjadi lebih positif," imbuhnya. 

Oleh karena itu, bagi LPEM UI, mempertahankan tingkat suku bunga akan menjadi langkah terbaik bagi BI bulan ini. 

Hal senada juga diungkapkan oleh Ekonom UI Fithra Faisal, yang memprediksi BI akan mempertahankan suku bunganya pada level 6%. 

Menurutnya, meskipun konsensus The Fed maksimal akan menaikkan suku bunganya dua kali tahun ini, tapi ada utang jangka panjang AS yang jatuh pada 2020. 

"Dalam kondisi itu, tricky-nya adalah kalau subung di tahan atau tidak naik, subungnya itu akan ada bubble di AS. Kalau dinaikkan, akan memicu bubble-nya sekarang. Jadi, cukup tricky. Ekonom-ekonom di sana sedang memikirkan bagaimana cara menghadapi situasi ini," Kata Fithra kepada reporter Alinea.id. 

Dia pun menyarankan agar BI mempertahankan suku bunga bulan ini, sambil menunggu keputusan rapat FOMC pada Maret mendatang. Apabila The Fed menaikkan suku bunganya, kata dia, BI juga bisa mengikutinya. 

Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual juga memperkirakan hal yang sama. Hal ini disebabkan adanya perkembangan positif dari negosiasi dagang AS dan China, juga adanya inflows ke pasar obligasi, terutama Surat Utang Negara (SUN), yang cukup kuat. 

"Current account defisit diperkirakan masih tinggi pada semester I-2019 dan masih ada ketidakpastian terkait perang dagang. Sampai saat ini (suku bunga BI) diprediksi tertahan," ujarnya.

img
Cantika Adinda Putri Noveria
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan