Bank Indonesia mempublikasikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Februari 2019. Publikasi itu menunjukkan penurunan sebanyak 0,4 poin menjadi 125,1 dibanding Januari yang mencapai 125,5.
IKK merupakan cerminan persepsi konsumen atas kondisi ekonomi saat ini dan keyakinan atas kondisi ekonomi pada enam bulan yang akan datang.
Bila nilainya lebih dari 100 poin, maka konsumen dinilai masih tetap optimis akan kondisi ekonomi ke depannya. Begitu pula sebaliknya. Bila nilainya kurang dari 100, artinya konsumen merasa pesimis akan kondisi perekonomian.
Turunnya angka IKK selama Januari disebabkan oleh penurunan nilai komponen pembentuknya, yaitu Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE), dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK). Di mana IKE mengalami kenaikan sebesar 0,3 poin menjadi 140,9 pada Februari 2019 dan IEK turun 0,9 poin menjadi 109,4 dari bulan sebelumnya.
Artinya, kondisi saat ini maupun gambaran ekonomi enam bulan ke depan, mencerminkan optimisme yang berkurang.
Penurunan optimisme ini terjadi paling dominan pada masyarakat dengan pengeluaran Rp4,1 juta - Rp5 juta per bulan dan berusia 20-40 tahun.
Di Februari, indeks pendapatan saat ini juga turun menjadi 120,1 yang mengindikasikan adanya penurunan pendapatan dibanding bulan sebelumnya.
Senada dengan hal tersebut, indeks ketersediaan lapangan kerja juga berkurang menjadi 95,6. Artinya mencari pekerjaan di bulan Februari terasa lebih sulit ketimbang pada bulan Januari.
Tampaknya konsumen masih terus merasa ketersediaan lapangan kerja merupakan hal yang sulit untuk diperbaiki. Pasalnya nilainya selalu berada di bawah 100 sejak Februari 2018.
Dampaknya pembelian indeks pembelian barang tahan lama juga turun menjadi 112,4. Ini adalah hal yang wajar saat penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja berkurang.
Kabar baiknya, indeks ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja enam bulan ke depan meningkat, masing-masing menjadi sebesar 0,5 dan 0,2 poin.
Konsumen makin optimis akan peningkatan penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja pada enam bulan yang akan datang.
Menariknya, porsi konsumsi terhadap pendapatan meningkat cukup tajam, dari 66,8% menjadi 68,3%. Padahal indeks penghasilan bulan ini turun. Hal ini diprediksi berkaitan dengan terjadinya deflasi sebesar 0,08% di bulan Februari.
Alhasil, meskipun pendapatan turun, tingkat konsumsi masyarakat bisa tetap terjaga. Namun dampak negatifnya, porsi pendapatan terhadap pembayaran cicilan dan tabungan menjadi terpangkas.
Konsumen hanya mengalokasikan 19,1% penghasilannya untuk tabungan, turun dari 20,2% pada bulan sebelumnya. Sedangkan porsi pembayaran cicilan hanya tinggal 12,5%. Hal ini mengindikasikan kebutuhan konsumsi masih menjadi prioritas utama ketimbang pembayaran cicilan atau tabungan.