Bank Indonesia (BI) memproyeksikan nilai tukar rupiah pada 2020 menguat tipis dibandingkan dengan tahun ini. Deputi Gubernur Senior (DGS) BI, Destry Damayanti menyatakan nilai tukar rupiah hingga Agustus 2019 berada di angka Rp14.173 per dolar AS dan diproyeksikan hingga akhir tahun berada dikisaran Rp14.000 hingga Rp14.400 per dolar AS.
"Tahun 2020 kami perkirakan nilai tukar Rp13.900 hingga Rp14.300," katanya saat rapat bersama Badan Anggaran DPR RI, Rabu (28/8).
Destri melanjutkan, penguatan rupiah tersebut diprediksi terjadi karena pertumbuhan investasi yang masuk ke Indonesia dan juga penguatan perekonomian domestik.
"BI memandang nilai tukar rupiah akan tetap stabil sesuai dengan mekanisme pasar yang terjaga. Karena prospek aliran modal asing yang masuk dan tetap terjaga seiring dengan ekonomi domestik yang tetap baik dan imbal hasil yang masih menarik, serta dampak positif kebijakan moneter longgar di negara maju," ujarnya.
Ia pun mengatakan untuk menemukan efektivitas kebijakan nilai tukar dan memperkuat pembiayaan domestik, BI terus mengakselerasi pendalaman pasar keuangan baik di pasar uang maupun valuta asing.
Di sisi lain, ia juga mengatakan, penguatan nilai tukar rupiah didukung oleh ketahanan eksternal yang tetap baik, ditopang dengan surplus neraca modal dan finansial, serta terkendalinya defisit transaksi berjalan.
Sementara itu, Destri memperkirakan pada tahun 2019 dan 2020 defisit transaksi berjalan hanya akan berada dikisaran 2,5% hingga 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Selain itu, Destri juga menuturkan perekonomian domestik yang tetap baik dan nilai tukar yang terkendali, menopang inflasi terjaga pada level rendah dan stabil.
"Indeks harga konsumen sampai 2019 tercatat 3,32% yoy sedikit meningkat dibanding sebelumnya 3,28% yoy," jelasnya.
Dia melanjutkan, inflasi terkendali didorong Inflasi inti yang terjaga didukung ekspektasi yang baik seiring kebijakan BI untuk menjaga stabilitas harga harga, permintaan agregat keuangan, dan pengaruh harga global yang minimal.
Ia memperkirakan inflasi 2019 rendah dan stabil sehingga berada di bawah titik tengah kisaran 3,5% plus minus 1%.
Namun demikian, ia menyatakan tekanan pada rupiah tetap terjadi. Peningkatan tekanan terjadi pada Agustus 2019 yang tercatat melemah 1,7% point to point.
"Disrupsi rupiah pada bulan Agustus terjadi akibat perang dagang yang mana juga dialami oleh negara-negara berkembang," ujarnya.
Situasi yang tak menentu dari perekonomian global memberi efek langsung bagi perekonomian nasional. Untuk itu, kata dia, BI telah melancarkan sejumlah strategi bauran kebijakan. Salah satunya dengan penurunan suku bunga acuan sebesar 50bps menjadi 5,5%.
Hal ini, lanjutnya, senada dengan langkah yang diambil sejumlah negara lain yang melakukan stimulus fiskal, memperlonggar kebijakan moneter, dan menurunkan suku bunga acuan.
"Kebijakan yang kami ambil itu kan tidak hanya melihat faktor domestik tapi juga faktor globalnya. Kami selalu tekankan bauran kebijakan adalah strategi BI untuk menjaga stabilitas rupiah dan juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," ucapnya.