Nilai tukar rupiah kembali menembus level Rp14.100 per dollar Amerika Serikat dan diproyeksi akan terus tertekan hingga akhir tahun 2018.
Bank Indonesia memperkirakan nilai mata uang dollar AS akan terus menguat dan menimbulkan tekanan terhadap mata uang negara-negara lain, termasuk kurs rupiah hingga akhir tahun ini.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan, meski tekanan dollar AS atau Greenback akan membayangi nilai mata uang Garuda sepanjang tahun ini, Bank Sentral akan menjaga nilai rupiah tidak melemah ke level yang jauh dari nilai fundamentalnya.
Dody menjelaskan penyebab tekanan terhadap rupiah dalam beberapa hari terakhir ini adalah perbaikan data ekonomi AS, semakin sengitnya perang dagang antara AS dan China, isu stabilitas geopolitik, serta eskpetasi pasar terhadap kenaikan suku bunga The Federal Reserve sebanyak 3-4 kali tahun ini.
"BI sudah kalkulasi kemungkinan dollar AS masih akan menguat terhadap mata uang negara lain hingga akhir 2018," ujar Dody dilansir Antara, Jumat (22/6).
Adapun, sejak pembukaan perdagangan Rabu (20/6) dan Kamis (21/6), usai libur panjang pasar karena Idul Fitri, kurs rupiah menunjukkan pelemahan. Namun, dalam transaksi antarbank Jumat pagi ini, rupiah menunjukkan apresiasi tipis menjadi Rp14.100 per dollar AS dibandingkan pada posisi sebelumnya Rp14.102 per dollar AS.
Kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor) yang diumumkan BI, Kamis kemarin, mencatat rupiah depresiatif hingga Rp14.090 per dollar AS, atau turun 188 poin dibanding saat hari terakhir sebelum libur Idul Fitri yakni Rp13.902 per dollar AS.
Dody mengatakan Bank Sentral akan mejaga agar kepercayaan investor terhadap aset rupiah tetap positif. "Atau seandainya rupiah melemah dapat terjadi secara wajar, tidak overshooting jauh dari nilai fundamentalnya," ujar dia.
Bank Sentral memiliki empat strategi lanjutan, yakni pertama, menerapkan fokus kebijakan jangka pendek untuk memperkuat stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah.
Kedua, BI akan menempuh kebijakan lanjutan yang bersifat antisipatif dan mendahului dibanding tekanan yang akan timbul.
"Kebijakan lanjutan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga yang disertai dengan relaksasi kebijakan pelonggaran kebijakan pinjaman untuk mendorong sektor perumahan (loan to value/LTV)," ujar dia.
Selanjutnya, BI juga akan melanjutkan kebijakan intervensi ganda di pasar SBN dan valas, menjaga likuiditas longgar, dan menerapakan komunikasi yang intensif, serta mempererat koordinasi BI, pemerintah, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Gubernur BI Perry Warjiyo menilai, pelemahan nilai tukar rupiah setelah libur panjang lebaran masih dapat dimaklumi. Sebab, hal itu terjadi lantaran kencangnya tekanan pasar keuangan menyusul ekspektasi 4 kali kenaikan Fed Fund Rate dan normalisasi Bank Sentral Eropa.
Sejak awal tahun, nilai tukar rupiah terdepresiasi 2,3% year-to-date (ytd). Tekanan terbesar terjadi pascalibur panjang lebaran.
"Selama libur itu terjadi kenaikan mata uang global. Semua mata uang juga melemah, jadi tidak usah kaget," ujar dia.
Bagi Ferry, pelemahan kurs rupiah masih terbilang wajar. Sebab, level depresiasi tidak lebih dalam dibandingkan dengan negara-negara emerging market lainnya.
Sebelumnya, The Fed pada 13 Juni 2018 telah menaikkan bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,75%-2,0%. Sedangkan Bank Sentral Eropa menahan bunga acuan, namun akan mulai mengurangi pembelian obligasi pada September 2018 dan menghentikan pembelian pada Desember 2018.
Suku bunga acuan
Bank Indonesia kembali berancang-ancang menaikkan suku bunga acuan untuk ketiga kalinya pada tahun ini. Rencana itu akan dibahas dalam rapat dewan gubernur BI pada 27-28 Juni 2018.
Perry Warjiyo menjelaskan ada probabilitas kenaikan suku bunga acuan BI7 Days Reverse Repo Rate dari level 4,75% saat ini, terutama untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS The Federal Reserve yang diyakini terjadi empat kali tahun ini, dan normalisasi moneter dari Bank Sentral Eropa.
"Tunggu saja pekan depan, pernyataan saya sudah jelas, dapat berupa kenaikan suku bunga acuan dan relaksasi loan to value," ujar dia.
Berikut data pergerakan BI Rate:
1. 30 Mei 2018: 4,75%
2. 17 Mei 2018: 4,50%
3. 19 April 2018: 4,25%
4. 22 Maret 2018: 4,25%
5. 15 Februari 2018: 4,25%
6. 18 Januari 2018: 4,25%
7. 14 Desember 2017: 4,25%
8. 16 Nopember 2017: 4,25%
9. 19 Oktober 2017: 4,25%
10. 22 September 2017: 4,25%
11. 22 Agustus 2017: 4,50%
12. 20 Juli 2017: 4,75%
13. 15 Juni 2017: 4,75%
14. 18 Mei 2017: 4,75%
Sumber: Bank Indonesia, diolah.