Bank Indonesia mengusulkan untuk mengubah asumsi nilai tukar rupiah Rp14.800-Rp15.200 per dollar Amerika Serikat pada RAPBN 2019.
Usulan BI itu mengubah dari asumsi awal pada kisaran Rp14.300-Rp14.700 per dollar AS. Sedangkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan asumsi rupiah sebesar Rp15.000 per dollar AS.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, perubahan usulan asumsi nilai tukar rupiah dikarenakan adanya dinamika global yang bergerak cepat.
"Kondisi tertekan sangat tinggi di negara-negara emerging market, terutama di Turki, Argentina, dan sejumlah negara lain, termasuk Indonesia. Membuat tekanan terhadap nilai tukar," jelas Perry di hadapan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Senin (15/10).
Selain itu juga, dari analisis BI, ketegangan perdagangan AS dan China turut menimbulkan tekanan pada kondisi global.
Di dalam negeri, lanjut dia, ada indikasi bahwa kenaikan impor cukup tinggi dan kemudian melebihi kenaikan ekspor. Sehingga, pada bulan Agustus berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), pertengahan September ada defisit neraca perdagangan yang mendekati US$1 miliar.
"Kurs saat ini titik sekarang berada di level Rp15.220 per dollar AS. Pertanyaannya bagaimana pergerakan ke depan? Karena akan bahas implikasi rata-rata nilai tukar sebagai dasar perhitungan APBN," papar Perry.
Terlebih, sambung Perry, ketidakpastian ekonomi global akan berlanjut hinga tahun 2019. Di antaranya, kenaikan suku bunga Fed Fund Rate diperkirakan masih meningkat dua hingga tiga kali, dibandingkan tahun ini yang diperkirakan naik empat kali.
Selain itu, Perry juga mengungkapkan, ketidakpastian global masih terus berlanjut dengan arah yang positif. Dilihat dari Eropa yang kemungkinan pada paruh kedua tahun depan akan ada normalisasi kebijakan moneter, untuk mengimbangi kekuatan dollar AS.
"Euro juga ada kecenderungan bisa imbangi dollar AS. Dari sini keuangan dan moneter ketidakpastian ada, tapi ke arah yang positif. Dollar AS yang satu-satunya menguat, tahun depan akan diimbangi Eropa," jelas Perry.
Kendati demikian, Perry yakin Indonesia bisa terus melewati segala rintangan yang akan dihadapi ke depan. Pasalnya, BI bersama pemerintah dan otoritas terkait telah berkoordinasi dengan baik.
Dia menambahkan, ditopang dengan kebijakan moneter yang dijalankan BI melalui kenaikan BI-7DRRR, stabilisasi nilai tukar dan dorong pasar valuta asing, swap atau Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) yang bisa mengembangkan valas di dalam negeri.
Sementara dengan pemerintah, yang sudah konkret untuk menurunkan current account defisit (CAD) melalui program Biodiesel 20% (B20), kenaikan PPh Impor, dan sebagainya.
Dengan melihat tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengambil keputusan untuk mengusulkan agar nilai tukar rupiah terhadap dollar menjadi Rp15.000.
"Berdasarkan oleh pak gubernur mengenai range nilai tukar disampaikan Rp14.800 hingga 15.200, kami mengusulkan menggunakan nilai tengah pada angka Rp15.000 per dollar AS untuk nilai tukar tahun 2019," ujar Sri Mulyani.
Pada kesempatan yang sama, Ecky Awal Muharam dari Fraksi PKS justru menyampaikan ketidaksepakatannya akan perubahan kurs yang diusulkan oleh BI dan pemerintah tersebut.
"Saya merasa kecewa, apa yang disampaikan pemerintah dan BI karena ini sebuah message yang kurang baik bagi stakeholder, khususnya investor dan publik," tegas Ecky.
Selain itu, Ecky juga menjelaskan bahwa pemerintah justru tidak memprioritaskan postur anggarannya untuk antisipasi jika terjadi bencana.
Peristiwa gempa di Palu yang dampaknya luar biasa itu, lanjut Ecky, seharusnya pemerintah bisa lebih peka lagi dalam melihat postur anggaran dengan menajamkan skala prioritas dalam belanja pemerintah.
"Makanya ini bukan sekedar berubah Rp14.500 menjadi Rp15.000 per dollar AS. Bukan sekedar ada bencana, tetapi kita harus kembali mengkritisi kredibilitas pembuatan kebijakan-kebijakan fiskal kita," pungkas Ecky.
Dengan adanya usulan ini, pemerintah dan Bank Indonesia telah menyampaikan perubahan terhadap nilai tukar dollar sebanyak dua kali kepada DPR.