Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 17-18 Maret, memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) atau suku bunga acuan BI sebesar 3,5%.
Tak hanya itu, RDG BI tersebut juga memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga deposit facility sebesar 2,75% dan suku bunga lending facility sebesar 4,25%.
"Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah prakiraan inflasi yang tetap rendah," katanya dalam keterangan pers virtual, Kamis (18/3).
Untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut, katanya, BI lebih mengoptimalkan kebijakan makroprudensial akomodatif, akselerasi pendalaman pasar uang, dukungan kebijakan internasional, serta digitalisasi sistem pembayaran.
Perry menjelaskan, perekonomian global berpotensi tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, meskipun belum berjalan seimbang dari satu negara ke negara lain.
Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi terjadi di negara-negara yang mampu mengakselerasi vaksinasi Covid-19 serta menempuh stimulus fiskal dan moneter yang besar.
Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2021 diprakirakan akan lebih tinggi dari prediksi sebelumnya sebesar 5,1%, terutama ditopang lebih tingginya pertumbuhan di Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Kawasan Eropa, dan India.
Menurutnya, sejumlah indikator dini pada Februari 2021 mengonfirmasi perbaikan ekonomi global yang lebih kuat, seperti Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur, keyakinan konsumen, serta penjualan ritel yang terus meningkat.
"Sejalan dengan perbaikan ekonomi global tersebut, volume perdagangan dan harga komoditas dunia terus meningkat, sehingga mendukung perbaikan kinerja ekspor negara berkembang, termasuk Indonesia" ujarnya.
Di AS, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi juga didukung oleh tambahan stimulus fiskal sebesar US$1,9 triliun yang berlaku sejak 17 Maret 2021 dan rencana tambahan stimulus fiskal sebesar US$2 triliun pada kuartal IV-2021.
Reaksi pasar atas paket kebijakan fiskal yang lebih besar dan prospek pemulihan ekonomi yang lebih cepat di AS tersebut telah mendorong kenaikan yield surat utang AS alias US Treasury dan ketidakpastian pasar keuangan global, meskipun bank sentral AS, The Fed diperkirakan belum akan mengubah kebijakan moneternya pada tahun ini.
"Perkembangan ini berpengaruh terhadap tertahannya aliran modal ke sebagian besar negara berkembang, dan berdampak pada kenaikan yield surat berharga dan tekanan terhadap mata uang di berbagai negara tersebut, termasuk Indonesia," ucapnya.