Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa virtual currency termasuk bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang digunakan di Indonesia.
"Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang No 7 tahun 2011 tentang mata uang yang menyatakan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran," kata Teguh Triyono Kepala Tim SPPUR Layanan dan Administrasi Kantor Perwakilan BI Maluku saat memberikan keterangan pers di Ambon, Kamis (30/8).
"Atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib mempergunakan rupiah," ujarnya.
Memperhatikan Undang-undang No 7 Tahun 2011 tentang mata uang serta UU No 23 Tahun 1999 yang kemudian diubah beberapa kali, terakhir dengan undang-undang No 6 Tahun 2009,BI menyatakan bahwa Bitcoin dan virtual currency lainnya bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia.
Dia mengatakan, pemilik virtual currency sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga virtual currency serta nilai perdagangann sangat fluktuatif sehingga rentang terhadap terhadap risiko penggelembungan (bubble) serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat.
Oleh sebab itu, BI memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan virtual currency.
BI menegaskan, bahwa sebagai otoritas sistem pembayaran, BI melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran (prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquiter, paymernt, gateway, penyelenggara dompet elektronik, penyelenggara transfer dana) dan penyelenggara teknologi finansial di Indonesia, baik bank dan lembaga selain bank untuk memproses transaksi pembayaran pemrosesan transaksi pembayaran dengan virtual currency.
Hal itu diatur dalam PBI 18/40/PBI/2016 tentang penyelenggara teknologi finansial.
Dia menambahkan, mencermati semakin meningkatnya penawaran investasi bitcoin baik melalui seminar-seminar maupun iklan di media cetak, masyarakat dihimbau untuk berhati-hati terhadap bitcoin dan virtual currency lainnya.
"Segala resiko terhadap kepemilikan/penggunaan bitcoin ditanggung sendiri oleh pemilik/pengguna bitcoin dan virtual currency lainnya," katanya.
Peran media massa (cetak, elektronik, online) juga penting dalam mengedukasi masyarakat agar tidak menjadi promotor, pelaku atau bahkan korban kegiatan ilegal tersebut.
Sumber: Antara