Bisnis 'cinta' saat hari Valentine
Tanggal 14 Februari merupakan hari istimewa bagi para pasangan yang tengah kasmaran. Hari itu, sebagian masyarakat merayakan Valentine sebagai simbol hari kasih sayang. Tak hanya sepasang kekasih, teman dan keluarga pun dapat mengungkapkan cinta kasih mereka.
Dilansir dari laman Britannica.com, penamaan hari tersebut berasal dari nama Santo Valentinus, seorang uskup Katolik yang menjadi martir pada tahun 270 Masehi karena keteguhannya menyebarkan agama pada zaman Romawi kuno. Ia berani menentang kebijakan Kaisar Claudius II dengan menikahkan pasangan muda-mudi untuk menghindari kewajiban berperang bagi para lajang.
Meskipun sudah diperingati sejak akhir abad ke-5, peringatannya sebagai hari kasih sayang baru dimulai sejak abad ke-14. Seiring dengan berkembanganya imperialisme Barat dan globalisasi, perayaan Valentine menjadi populer di banyak negara.
Sudah menjadi tradisi untuk saling menukar hadiah pada hari kasih sayang, tak terkecuali bagi Muhammad Guruh (24). “Paling banter sih coklat,” ungkapnya saat berbincang dengan reporter Alinea.id, Senin (10/2). Dia berpendapat, hal tersebut adalah wujud kasih sayang kepada kekasih hatinya.
Guruh mengaku, ini bukanlah pertama kali dirinya memberi hadiah Valentine kepada pasangannya. “Itu bener-bener kalau inget doang semuanya,” seloroh warga Jakarta tersebut.
Lain hal dengan Heri Supriyatna (29). Dia mengenang, dirinya kerap membeli cokelat dan bunga untuk cinta 'monyetnya' ketika SMP, maupun kekasihnya saat kuliah dulu. “Waktu itu (cokelat) Silver Queen dan Toblerone. Cari di mini market,” ungkapnya.
Seiring bertambahnya usia, Heri tidak merayakan Valentine lagi secara khusus. “Semakin dewasa, semakin biasa aja,” ujar ayah satu anak tersebut.
Bisnis cinta
Terlepas dari segala kontroversinya, para pelaku usaha memanfaatkan momentum Valentine demi meraup keuntungan.
Salah satunya adalah seorang ibu rumah tangga bernama Romika Fitrisia (41). Dia telah membuat produk olahan cokelat sejak tahun 2015, kemudian melanjutkan usaha yang dirintis adiknya itu sejak tiga tahun silam.
“Kebetulan anak saya kan mau mondok [pesantren]. Pokoknya bismillah aja deh. Biayanya kan gede kalau mondok. Enggak tau juga, Mungkin jalannya kayak gini kali ya,” ungkap ibu empat anak ini.
Ia fokus menjual cokelat secara daring melalui akun media sosial Instagram @coklatjakarta dan Facebook. Kemudian, Romi memiliki dua reseller yang menjual produknya, satu di Jakarta dan satu lagi di Bandung, Jawa Barat.
Berbagai jenis cokelat diproduksi, mulai dari cokelat yang bertuliskan huruf timbul, cokelat berwarna, cokelat karakter, hingga lolipop cokelat. Pelanggan dapat memesan cokelat secara khusus.
Cokelat pesanan itu dikemas dalam kotak berbahan kertas impor yang dilapisi plastik mika. Romi mematok harga jual cokelat bikinannya mulai dari Rp22.000–Rp230.000 per buah, tergantung dari jumlah cokelat dan ukuran boks.
Untuk lolipop cokelat, dia mematok harga murah Rp7.000 per buah dengan minimal pemesanan 30 buah. “Kalau yang ada (kacang) mede, beda lagi harganya, ada tambahan,” jelas Romi di kediamannya, Utan Kayu, Jakarta Timur.
Dia menerangkan, proses produksi memakan waktu hingga dua hari, lantaran proses pelunakan dan pengerasan cokelat pada suhu ruang membutuhkan waktu sehari-semalam. “Makanya saya bikin pengriman tiga hari setelah pemesanan,” ungkapnya.
Seluruh proses produksi dikerjakannya sendiri, termasuk pembuatan boks cokelat. Bila kebanjiran pesanan, Romi meminta tolong teman-temannya untuk proses pengemasan.
Kemudian, Romi menggunakan bahan baku premium seperti bubuk cokelat Mercolade untuk cokelat berwarna dan Tulip Master Baker untuk cokelat warna asli. “Saya enggak pakai pemanis. Cokelat tok. Itu mungkin yang beda dengan orang. Orang lain pakai pengawet. Saya enggak pakai pengawet. Tahan dua bulan di suhu ruang,” jelas Romi.
Romi mengklaim, pendapatannya meningkat tiga kali lipat menjelang Valentine. “Alhamdulillah sih. Cuma saya enggak mau. Maaf nih, karena saya muslim, jadi enggak bikin tulisan Valentine,” tuturnya.
Ia mengklaim, omzet yang diraihnya Rp7 juta selama menjelang hari Valentine. Angka ini jauh di atas rata-rata biasa omzetnya sebesar Rp2 juta per bulan. Omzet lebih besar diraihnya ketika lebaran, yakni sebesar Rp12 juta-Rp15 juta per bulan.
Romi berencana mengembangkan usaha dengan membuat boks seperti yang digunakannya dalam mengemas cokelat. Namun, dia terkendala oleh keterbatasan modal yang mencapai Rp1.000 per potong kertas. “Tapi enggak kekumpul mulu. Anaknya perlu,” terangnya.
Bunga tanda cinta
Setali tiga uang, para pedagang bunga di Pasar Bunga Rawa Belong, Jakarta Barat mendapat berkah jelang Hari Valentine. Laras (50) mengakui, permintaan menjelang Valentine meningkat, namun tidak seramai tahun-tahun sebelumnya.
“Biasanya menjenang Valentine ramai, tapi ini enggak kayak biasa,” ujarnya ketika ditemui di toko miliknya, Kusmawardani, Rawa Belong, Jakarta Barat, Rabu (12/12).
Ia melihat, sepinya pengunjung terjadi lantaran banyak pesanan yang diambil via kurir ojek online (daring). “Padahal kalau ke sini bisa lihat barang lain. Mereka bisa beli bunga yang lain lagi,” bebernya.
Laras juga menerima pesanan melalui WhatsApp dan akun media sosial Instagram @kusmawardani_plus. Dia sendiri sudah berjualan sejak 15 tahun yang lalu, setelah mewarisi toko dari kedua orang tuanya. “Dari kita masih kecil (orang tua jualan),” katanya.
Bunga mawar merupakan favorit pelanggan menjelang hari kasih sayang. Harga mawar merah Bandung naik dari biasanya Rp85.000 per ikat menjadi Rp200.000 per ikat.
Adapun mawar putih, merah muda, dan kuning, harganya naik dari Rp85.000 per ikat menjadi Rp150.000 per ikat. “Tergantung grade-nya,” tambahnya.
Satu ikat bunga mawar berisi sekitar 10-20 bunga. Untuk bucket, harganya bervariasi, mulai dari Rp250.000–Rp1 juta. Selain Jakarta dan sekitarnya, dia juga mengirim bunga ke Bangka, Batam (Kepulauan Riau), Padang (Sumatera Barat), Palembang (Sumatera Selatan), Surabaya (Jawa Timur), Bali, Kalimantan, dan Manado (Sulawesi Utara).
Tokonya juga menjual bunga-bunga impor yang berasal dari Belanda, China, dan Vietnam. “Bunga impor 2-3 kali lipat lebih mahal. Ada yang harga Rp500.000, Rp350.000. Macam-macam,” ungkapnya. Terkait mahalnya bunga impor, dia beralasan ukuran bunganya lebih besar dan warnanya lebih menarik.
Laras mengaku, dirinya kerap mendapat omzet rata-rata sebesar Rp5 juta setiap harinya. Jika dihitung, sebulan dia mampu mengantongi Rp150 juta dari satu toko saja.
Omzet tersebut belum termasuk toko lain yang dikelola bersama adiknya seperti Kusmawardani Plus, Gendis, Cakrawala, dan Sari Dewi. Semuanya berlokasi di Rawa Belong. “Tadinya, kita bertiga sama adik. Satu lagi, adik saya buka lagi di depan. Terus kita cuma berdua. Saya bagian jaga pagi, adik malam,” tuturnya.
Selain itu, mereka mengelola kebun bunga yang bekerja sama dengan perusahaan MGF di Cipanas, Jawa Barat. Letaknya tak jauh dari Taman Bunga Nusantara. “Mereka tanam bunganya, terus kirim ke kami. Di dropnya ke toko,” tambahnya.
Sebagai pengusaha yang malang-melintang di usaha florist, dia menyarankan kepada siapapun yang terjun ke bisnis itu untuk tetap bekerja keras dan pantang menyerah. “Semangatlah. Kalau berdiam diri, gimana jadinya?” tegasnya.
Bisnis balon melambung
Selain bunga dan cokelat, barang-barang lain juga dapat menjadi alternatif bagi kado Valentine. Misalnya saja balon dan boneka yang tengah naik daun.
Peluang ini dimanfaatkan oleh Elise Susanto (24), Co-Founder dari Ballooney.id, produsen balon helium dan balon foil. Ketika ditemui di rukonya, dia dan para pegawainya sedang sibuk melayani pesanan.
“Hari ini (sibuk) karena full order, banyak yang lembur,” ujarnya saat ditemui di Gading Serpong, Tangerang, Banten, Rabu (12/2).
Ia memprediksi, jumlah pesanan menjelang Valentine dapat mencapai lima kali lipat dibandingkan dengan kondisi normal. Permintaan akan mencapai puncaknya pada H-1 dan hari Valentine.
Ia mengaku kebanjiran order ketika hari ibu dan wisuda. “Tiga itu paling banyak, karena serentak dirayakan bersamaan,” akunya. Selain valentine, dia mendapat pesanan dari acara ulang tahun, kelahiran, pernikahan, dan acara kantor.
Pergumulannya di bisnis balon bermula dari pengalamannya sebagai Event Organizer (EO) ketika duduk di bangku SMA. Waktu itu, dirinya kesulitan mencari balon helium. Ketika kuliah di Universitas Prasetya Mulya, Elise mendirikan Balooney.id bersama sang pacar pada 2016 silam.
“Dulu pun starting awalnya dari rumah (di Tangerang). Aku jual di garasi rumah. Puji Tuhan banyak yang suka. Dengan inovasi-inovasi produk, akhirnya (setelah) satu setengah tahun pindah ke tempat yang lebih komersil, jualan di toko,” tuturnya.
Perusahaannya memproduksi berbagai jenis produk, seperti bucket balon, parsel balon, balon pesta, balon terbang, hingga balon standing. Harganya pun variatif, mulai dari Rp130.000–Rp2 juta per paket. “Kita main ke semua segmen,” ucapnya.
Tak hanya balon, Elise juga menjual boneka Romantic Rose Bear dan berbagai pernak-pernik ulang tahun. Selain menjual produknya secara offline di toko, Elise juga memanfaatkan akun Instagram @ballooney.id, Line, dan WhatsApp. Ia juga berencana membuat situs website perusahaan.
Elise mengklaim, pihaknya mendapat pesanan 300-500 pesanan tiap bulannya. Namun, dia enggan mengungkap lebih lanjut mengenai omzetnya yang dapat mencapai puluhan juta rupiah per bulan.
Dia mendapatkan pasokan balon dari dalam negeri hingga luar negeri seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, dan China. “Lima negara ini kita pakai semua, kita lihat standarnya,” tambahnya.
Ia juga mengeluarkan biaya untuk tabung helium yang harganya paling sedikit Rp6 juta per tabung. Satu tabung bisa digunakan untuk membuat 350 balon ukuran standar.
Elise mengungkapkan, sudah ada 10 reseller yang menjual produk-produknya dan tersebar di seluruh Indonesia. “Kebanyakan customer masih di Jabodetabek karena kita biasa kirim ke situ, kecuali beberapa produk kita bisa kirim ke Kalimantan dan seluruh kota di Indonesia,” ungkapnya.
Untuk wilayah Jabodetabek, Ia mengandalkan taksi online lantaran balon mudah pecah ketika terkena panas matahari.
Mengingat banyak pelanggan yang berasal dari Jakarta, dia berencana membuka toko baru di Jakarta paling lambat tahun depan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir ongkos kirim (ongkir).
“Ada yang suka produknya. Tapi, ketika lihat ongkir minta cancel karena terlalu mahal,” bebernya.
Untuk menghadapi persaingan di industri balon, pihaknya fokus pada penguatan merek dan kualitas pelayanan. Misalnya, ruko yang dimilikinya beroperasi dari pukul 07.00 WIB-23.00 WIB, berbeda dengan kebanyakan toko balon yang tutup di sore hari.
“Meski di hari libur aku tetap buka. Menurutku enggak fair-lah, masa hari libur orang enggak kedapatan balon,” ungkapnya.
Selain itu, Elise berani memberi ganti rugi barang dan ongkir, apabila balon yang dipesan pelanggannya pecah dalam perjalanan. “Kalau rugi ya udah. Udah nasib,” ujarnya.
Menurut dia, bisnis ini juga memiliki tantangan lain yakni pelarangan balon terbang di hotel dan mal karena dianggap berbahaya. “Mereka bilang (balon terbang) bisa meledak. Memang itu berbahaya karena pakai gas hidrogen dan karbid yang sensitif terhadap api, sedangkan helium aman,” ungkapnya.
Harga balon helium, kata dia, lebih mahal dibandingkan dengan hidrogen dan karbid, sehingga ada oknum pedagang yang mengklaim balon hidrogen dan karbid sebagai balon helium.
Ia memiliki beberapa tips untuk terjun ke bisnis balon. Pertama, komitmen memberi pelayanan terbaik kepada pelanggan. Kedua, inovatif menghasilkan produk. Ketiga, mengedepankan kualitas.
“Aku lihat industri ini sangat growing sih. Sekarang banyak substitusi. Graduation (wisuda) biasanya harus bunga, sekarang balon pun banyak yang beli untuk graduation. Aku lihat overall sangat baik (prospeknya). Dengan catatan, seller-nya harus selalu inovasi produknya,” pungkasnya.