Bisnis kuliner para pemengaruh: Aji mumpung atau bakal long lasting?
Pada tahun 2017-2018 atau sekitar lima tahun silam, bisnis kue kekinian milik para selebritas viral di pemberitaan maupun di linimasa media sosial. Masyarakat berbondong-bondong antre di outlet-outlet kue artis. Namun, deretan kue artis ini nyatanya tak semua berumur panjang, beberapa diantaranya harus menutup seluruh outlet yang bertebaran di berbagai wilayah.
Sebut saja, Gigieat Cake milik Nagita Slavina. Toko kue ini semenjak awal berdirinya sudah memiliki cabang di beberapa daerah seperti Bandung, Depok, Karawang, Bekasi, dan Serpong. Namun, jelang akhir 2019, akun instagram @gigieatcake pun tidak lagi aktif. Beberapa outlet-nya pun tutup.
Pun demikian dengan Princess Cake milik penyanyi Syahrini. Brand cake dengan tagline "Kacida Raosna" ini mengusung kue dengan tiga lapisan ini tersebar di daerah Bogor, Bandung, dan Jogja. Namun, sejak 2019 brand cake ini mulai meredup. Begitu juga dengan brand Kuenya Ayu milik pedangdut Ayu Ting Ting, Semarang Wife Cake milik Chelsea Olivia, Cirebon Cinnamon milik Dhini Aminarti, dan Pevo Cake dari Pevita Pearce pun berguguran di era 2019.
Seperti mengulang pola bisnis yang mengandalkan ketenaran, pada era pandemi juga mulai bermunculan merek-merek food and beverages (F&B) baru. Tak hanya dari artis tapi juga dari para konten kreator, selebgram atau juga biasa dikenal influencer/pemengaruh. Bermodal follower dan konten yang viral, mereka mulai menunjukkan peran di dunia bisnis F&B.
Sebut saja Fadil Jaidi dengan brand burger Traffic Bun. Youtuber ini menggandeng PT Nikmat Group meluncurkan Traffic Bun pada bulan Maret 2021. Sebelumnya, ia memanfaatkan platform Youtube sebagai sarana pemasaran makanan dengan varian menu seperti burger, hot dog, dan mac & cheese ini. Fadil juga membuka bisnis F&B lainnya seperti Acas Nyemil, Street Boba, hingga Warung Pak Muh.
Adapun sohibnya yang juga seorang influencer, Keanu Agl juga membuka bisnis F&B yakni Street Boba dan Rame-yan (Ramen). Begitu pula dengan deretan influencer lain sebut saja Magdalena Fridawati, seorang food blogger yang akhirnya membuka bisnisnya sendiri yakni camilan makaroni setan (Mantan) dan Nyambel. Food blogger lainnya yakni Nex Carlos mulai membuka usaha Ayam Gedebuk mulai akhir 2019 dan Minum Cui.
Deretan selebgram lain dengan bisnis F&B yakni Arif Muhammad dengan RM Padang Payamkumbuah dan Baso Aci Akang, hingga Jerome Polin Youtuber pendidikan yang membuka jenama minuman Menantea, teh dengan tambahan buah dan beragam varian lainnya. Dalam hitungan bulan, brand minuman teh ini mampu memiliki cabang hingga ratusan outlet dengan model bisnis kemitraan.
Kasus Menantea
Sayangnya, pada pertengahan silam, jenama Menantea dituding telah melakukan penipuan atau scam kepada para mitranya. Isu ini menyeruak setelah akun Twitter anonim @MenanteaHarapan mem-posing utasan di platform tersebut. Akun ini mengungkapkan nilai kemitraan yang mencapai ratusan juta belum memiliki kejelasan prospek bahkan ada yang minim pembeli di beberapa gerai. Padahal, Menantea mengalami lonjakan bisnis yang cukup pesat sejak diluncurkan April 2021 silam dengan outlet pertama di Tomang, Jakarta Barat.
Terakhir pada 23 Maret, akun @tokomenantea menyebut jika model bisnis yang diusung oleh perusahaan berbentuk Ownstore dan Kemitraaan. Di mana ownstore adalah outlet yang dikelola oleh Menantea Pusat dan Kemitraan dikelola oleh Mitra. Hal ini sekaligus meluruskan tudingan bahwa model bisnis Menantea bukanlah franchise.
Mengingat salah satu dari syarat pendirian franchise yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 adalah telah memberikan keuntungan kurang lebih lima tahun. Sementara Menantea baru berjalan kurang lebih 2 tahun.
Jehian Panangian Sijabat selaku Founder of Menantea Group juga sudah berkomunikasi langsung dengan para mitra yang merasa bisnisnya belum moncer. Sebelumnya, ia pernah menceritakan sepak terjang bagaimana bisnis ini bermula. Bermula dari konten Youtube sang adik, Jerome Polin yang meracik teh dan tambahan irisan buah. Konten ini berujung permintaan dari netizen agar penyuka Matematika dengan akun Nihongo Mantappu ini memantapkan resepnya menjadi brand minuman.
“Jerome suruh aku bikin toko, spam-nya all the time, melibatkan banyak sekali netizen, jadilah nama Menantea,” kata Jehian dalam Podcast Hermanto Tanoko "Hampir 100 Outlet dalam 4 Bulan!? Bukan Sulap Bukan Sihir”.
Setelah meluncur pada April 2021, brand ini lantas mengalami kenaikan jumlah outlet hingga 20 setiap bulannya. Kini, jumlah outlet-nya telah mencapai 100 lebih dengan skema ownstore sekitar 6-8% dan sisanya adalah kemitraan.
“Syaratnya modal Rp100 juta-an, punya lokasi, ada bukti dia serius dan lokasi pasti sampai 1-2 tahun,” paparnya.
Dia mengaku ada skema pendapatan yang berbeda di setiap gerai, yakni high, mid, dan low. Ia menyebut outlet pertama di Tomang bisa mencapai penjualan dobel digit dalam sehari dan ratusan juta dalam sebulan. Namun, ia mengakui berbeda dengan minuman kekinian lainnya Menantea mengalami kendala dari segi speed penyajian karena harus menggunakan buah segar.
Lebih lanjut, bisnis ini nyatanya tidak hanya bermodal ketenaran sang konten kreator; Jerome Polin. Pada praktiknya Jehian selaku founder juga menggandeng rekan satu almamater yakni Hendy Setiono yang sudah dikenal malang melintang di dunia kuliner dengan brand Kebab Baba Rafi.
Selain Founder of BabaRafi Enterprise, ada pula Sylvia (Founder of Kopi Soe), Bisma Adi Putra (Founder & CEO of Masakin Group), Jehian Panangian Sijabat (Direktur Utama Mantappu Corp), dan Jerome Polin (Pendiri Mantappu Corp). Kolaborasi keempatnya dinilai bakal menggabungkan kekuatan Jerome sebagai selebgram dengan pengalaman bisnis ketiga founder lainnya.
Prospek bisnis kuliner
Digital Market Insights menyebutkan bisnis food and beverages di tanah air memang menjanjikan. Dengan total pendapatan segmen food and drink diproyeksi mencapai 1,37 juta miliar pada 2022. Di mana annual growth rate (CAGR) sepanjang 2022-2026 diproyeksi mencapai 10,01%, dari perkiraan volume pasar 2,13 juta miliar di 2026.
Konten kreator yang fokus pada isu investasi dan bisnis, Raymond Chin menyebut potensi CAGR 10% ditambah dengan adanya pandemi dan akselerasi online delivery. Pada perkembangannya ada lima startup kuliner Indonesia yang lahir pada periode tersebut. Bahkan ada yang mendapat pendanaan hingga Rp355 miliar di 2022, salah satunya Menantea.
“Tips membangun bisnis F&B adalah rasa harus enak dan konsisten. Karena sulit menjaga konsistensi apalagi dengan banyak cabang terutama di quality control dan raw material. Ini challenge utama membangun bisnis F&B,” ungkapnya dalam akun Youtubenya.
Selain itu, pebisnis kuliner juga mesti berjibaku dengan supply chain management. Dia menyarankan agar pebisnis tidak hanya bergantung pada satu supplier semata. “Yang paling berat inventory management, sebelum barang dimasak sering bermasalah, sering human error salah catat, dan sebagainya,” ungkap mantan pendiri Ternak Uang ini.
Tidak lupa, tambah dia, pebisnis kuliner harus memperhatikan Standar Operasional Prosedur (SOP) di mana semua resep harus memiliki ukuran yang tepat dengan timbangan dan packaging yang baku.
Aji mumpung
Pengamat pemasaran Yuswohady menilai profesi pemengaruh (influencer) dengan bisnis yang digelutinya adalah dua hal yang sangat berbeda. Baik dari sisi model bisnis maupun formatnya. Managing Partner Inventure ini menilai saat ini ada kecenderungan para pemengaruh maupun selebgram aji mumpung dengan ketenaran dan konten-kontennya yang viral.
“Mumpung terkenal, gampang cari customer, karena kalau udah punya customer jutaan mestinya bisnis apapun bisa,” katanya saat berbincang dengan Alinea.id, Kamis (27/4).
Ia pun mencontohkan selebritas Raffi Ahmad dengan gurita bisnisnya. Selain memiliki RANS Entertainment dengan beragam lini bisnis yang bisa mencapai puluhan jenis, Raffi dan sang istri juga memiliki beberapa bisnis kuliner. Sebut saja Bakmi RN, snack Nagitoz, King Kong Snack, Mango Bomb, dan Gigieat Cake. Namun, bisnis-bisnis kuliner ini tak bertahan lama.
“Terlalu banyak kan jadi enggak fokus kalau sampai 30 dan semua enggak menguasai kan akan mrotol,” ungkapnya.
Dia menambahkan profesi pemengaruh memiliki model kerja di mana mereka mempromosikan satu brand ke brand lainnya untuk para audiensnya. Mereka akan memanfaatkan kekuatan jumlah follower sebagai nilai jual kepada brand. Dalam perkembangannya, sang influencer pada akhirnya ingin memanfaatkan loyalitas audiens dengan menciptakan produk sendiri.
“Dengan bisnis dan kemampuan influence besar tentu jadi keuntungan karena dia bisa influence produknya sendiri,” tambahnya.
Namun, Yuswohady mengingatkan setiap bisnis memiliki karakteristik yang berbeda. Hal ini juga lain dengan model bisnis yang dilakukan influencer ketika meng-endorse produk. Karena itu, penting bagi influencer menjajal bisnis yang sesuai dengan passion-nya dan memiliki kompetensi.
“Kalau memang influencer punya background bisnis yang kuat enggak masalah tapi yang terjadi seperti bisnis kue lima, enam tahun lalu berjatuhan. Karena memang enggak punya kompetensi atau passion, enggak punya hati di bisnis itu,” tegasnya.
Sayangnya, dia menilai, banyak para pemengaruh yang belum menjalankan bisnisnya dengan kemantapan kompetensi dan passion. Apalagi adanya kecenderungan influencer ‘loncat’ dari satu produk ke produk lain.
“Hal ini yang kebanyakan lubangnya di situ jadi artinya masuk di F&B itu fokusnya banyak arahnya ke FOMO (fear of missing out/rasa takut merasa tertinggal), yang lagi happening kan karena dia ikuti selera audiens,” tambahnya.
Dia menilai pada hype pada dunia digital akan selalu dikejar oleh para influencer demi mempererat engagement dengan para follower-nya. Bukan tidak mungkin si influencer mencari produk hype seperti minuman boba yang dinilai relatif ‘mudah’ dipelajari.
“Kebanyakan selebgram begitu karena sifatnya dari hype satu ke hype lain dari satu produk ke produk lain maka ketika bisnis dia enggak sabar, itu banyak terjadi padahal bisnis butuh banyak involvement penuh total dan terus-terusan enggak bisa cuma 3 tahun terus selesai kebanyakan lemahnya disitu makanya enggak bisa long term,” bebernya.
Libatkan investor
Kestabilan bisnis selebgram utamanya F&B juga akan semakin dipertaruhkan jika model bisnisnya adalah waralaba (franchise) ataupun kemitraan. Pasalnya, hal ini melibatkan dana publik dalam hal ini investor yakni franchisee ataupun mitra. Menurutnya, hal ini bukan berarti bisnis hanya menjual produk F&B itu sendiri, tetapi juga adalah ‘brand’.
“Orang beli franchise kan biasanya karena hype, tapi franchise kan harus sustain enggak setahun dua tahun, tapi 10-15 tahun,” ungkapnya.
Karena itu, dia menyarankan agar para selebgram yang berbisnis F&B harus memikirkan keberlanjutan dengan sistem dan manajemen yang solid. Pasalnya, jika bisnis ini dijalankan tanpa hati atau bahkan asal-asalan, bukan tidak mungkin brand F&B yang diusung serta personal branding si selebgram itu sendiri bakal rusak.
“Jadi butuh komitmen, kompetensi, dan hati. Masuk di satu area hidupnya ditumpahkan disitu,” tegasnya.
Apalagi, tambahnya, bagi selebgram personal branding menjadi modal utama. Mengingat seperti halnya artis dan selebritas, selebgram juga memiliki life cycle. Di mana akan ada masa siklus ketenaran memuncak dan sebaliknya ada saatnya pula meredup. Karenanya, jika ia sudah memiliki bisnis yang stabil, maka ketika popularitasnya menurun bisa menjadi bantalan.
“Jadi dia harus pilih produk yang sesuai sama kompetensi dia. Kelola brand itu enggak gampang dan dengan FOMO itu lebih cepat (redup), biasanya berapa tahun 3-5 th itu sudah berat, titik jenuh karena dia enggak punya landasan brand yang kokoh enggak kompeten dan tergantung apa yang heboh,” bebernya.
Lebih lanjut, Yuswohady pun menyarankan pada masyarakat untuk berhati-hati memilih bisnis F&B selebritas maupun selebgram dengan model bisnis kemitraan maupun franchise. Sebelum memilih brand selebgram, kata dia, investor sebaiknya mencari tahu latar belakang sosok selebritas. Apakah bisnis ini sudah memiliki akar dari sebelum ia terkenal atau justru datang karena viral.
“Kalau hanya karena viral, itu dicurigai hanya 3 tahun,” tutupnya.