Momentum pemulihan ekonomi memberikan dampak positif pada kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Defisit fiskal yang melebar sampai 6,14% PDB di 2020, menurun menjadi 4,65% PDB di 2021 (realisasi sementara), atau lebih rendah dari target awal di APBN 2021. Hal itu didukung oleh menguatnya kinerja penerimaan negara. Meskipun alokasi anggaran untuk PEN 2021 meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menjelaskan, momen positif itu juga disambut dari agenda lainnya yang menjadi prioritas. Khususnya pembangunan ibu kota negara (IKN), yang sebelumnya sedikit tertunda karena fokus APBN lebih pada penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi.
"Pembangunan IKN adalah prioritas strategis nasional karena manfaatnya pada pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan nasional, baik dalam jangka pendek, menengah maupun panjang. Dalam jangka pendek, pembangunan IKN dapat mendorong kegiatan ekonomi melalui investasi infrastruktur di wilayah IKN dan sekitarnya, mendorong perdagangan antar wilayah, serta penciptaan kesempatan kerja," ucap Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/1).
Pembangunan IKN dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru bagi wilayah IKN dan sekitarnya, dengan meningkatnya berbagai aktivitas ekonomi serta berkembangnya sektor-sektor ekonomi baru.
Selain itu, pembangunan IKN juga akan menjadi pionir untuk pengembangan konsep smart dan green city ke berbagai wilayah lain di seluruh Indonesia sebagai langkah adaptasi atas perubahan global yang tengah terjadi terkait kesadaran baru atas konsep ekonomi hijau.
"IKN akan menjadi sumber pertumbuhan baru yang selanjutnya akan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan percepatan kesejahteraan di wilayah sekitar IKN,” lanjut Febrio.
Oleh sebab itu, dalam jangka pendek, anggaran IKN tidak akan mengganggu fokus pemerintah untuk penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Ke depan, dengan pemulihan ekonomi yang semakin kuat dan berkualitas diiringi reformasi fiskal yang komprehensif, proyek strategis IKN juga dapat berjalan beriringan dengan konsolidasi fiskal yang sangat penting bagi stabilitas ekonomi Indonesia. Pada APBN 2022 dengan defisit yang diperkirakan lebih kecil dari 4,85% PDB.
"Pemerintah memastikan bahwa pelaksanaan proyek strategis IKN berjalan dalam koridor pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan dalam jangka menengah-panjang. Arti dari koridor pengelolaan fiskal yang sehat adalah bahwa APBN tetap mampu melakukan konsolidasi fiskal di tahun 2023 secara optimal, mendorong keseimbangan primer menuju positif dan mengendalikan rasio utang, dan dapat mengendalikan biaya utang baik bunga dan pokok utang dalam batas toleransi sehingga dapat membuat ruang fiskal lebih fleksibel”, kata Febrio.
Selain membawa dampak dari sisi belanja APBN karena merupakan proyek strategis Pemerintah, perlu diingat bahwa IKN akan membawa dampak peningkatan aktivitas ekonomi di wilayah IKN dan sekitarnya.
"Peningkatan aktivitas ekonomi ini tentunya akan berdampak juga pada adanya potensi peningkatan pendapatan masyarakat dan aktivitas konsumsi, sehingga pada gilirannya meningkatkan potensi penerimaan pajak. Pemerintah akan tetap memastikan tata kelola kebijakan fiskal dalam proyek strategis IKN. Apabila nantinya potensi penerimaan pajak ini diadministrasikan sebagai pajak daerah IKN, tentunya penerimaan pajak ini akan menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimana daerah lainnya di Indonesia," pungkasnya.
Sebagai tambahan informasi, IKN adalah program strategis pemerintah didukung melalui berbagai skema pendanaan, antara APBN, kerja sama pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan pemberdayaan peran swasta dan BUMN. Kontribusi APBN dialokasikan secara bertahap dalam koridor pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan. Kontribusi APBN akan difokuskan pada penyediaan kebutuhan dasar pemerintahan seperti pembangunan istana negara, kluster perkantoran K/L, bangunan strategis pangkalan militer, pengadaan lahan untuk kompleks diplomatik, rumah dinas ASN/TNI/Polri, serta infrastruktur dasar seperti akses jalan, sanitasi, dan drainase.
Sedangkan untuk kebutuhan lainnya yang jauh lebih besar seperti infrastruktur pendidikan, kesehatan, bandara, pelabuhan, perumahan umum, perguruan tinggi, dan sarana perbelanjaan dibiayai secara kolaboratif dengan swasta melalui skema kerja sama pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) maupun murni swasta.
Selain dilakukan dengan kolaborasi swasta, pembiayaan IKN dapat ditekan dengan optimalisasi aset atau Barang Milik Negara dengan melakukan perubahan peruntukan aset (asset repurposing) contohnya dengan menyewakan BMN lama di ibu kota saat ini untuk menghasilkan penerimaan negara.