Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah mengajukan revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Sayangnya, BKPM enggan membuka sektor mana saja yang akan direvisi. Tetapi yang jelas, BKPM merekomendasikan agar revisi DNI tidak dilakukan secara besar-besaran dan ditargetkan tahun ini dapat selesai.
Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong mengatakan, sebelum melakukan revisi, harus terlebih dahulu melihat proses perizinan dan regulasi yang masih jadi hambatan. “Aspek apa saja yang akan diubah, ada di tangan Menko Perekonomian. Nantinya dibahas dalam sidang kabinet dan disetujui Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla," tuturnya.
Revisi DNI merupakan langkah yang paling awal harus dilakukan. Lantaran masih banyak rintangan yang dihadapi investor dalam menanamkan investasi.
DNI bukan hanya sekedar 'dilarang masuk' menjadi 'silahkan masuk', karena setelah diterima di Indonesia, investor masih harus dihadapkan pada perizinan dan peraturan dengan syarat yang telah ditentukan. "Jadi revisi DNI saja tidak cukup," ujarnya.
Metode revisi DNI diyakini sedikit berbeda dengan pendekatan masa lalu. Dikarenakan masih banyak sektor yang belum sepenuhnya menarik investasi, meski telah terbuka bagi asing. Sehingga pemerintah menjadi lebih fokus penanganan pada sektor prioritas. Dari hilir sampai ke hulu,hingga aturan dan regulasinya.
Seperti diketahui, pemerintah telah merevisi DNI melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016. Dalam aturan tersebut, 35 bidang usaha dikeluarkan dari daftar DNI yang artinya terbuka 100% untuk investasi asing dan 19 bidang usaha ditambahkan dalam daftar DNI.
Sejumlah sektor yang jadi sorotan adalah perdagangan online (e-commerce), pariwisata, pasar online (marketplace), industri film hingga bahan mentah farmasi.