PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menyampaikan, telah merestrukturisasi kredit terdampak pandemi senilai Rp124,2 triliun hingga akhir Maret 2021. Restrukturisasi tersebut diberikan kepada 547.000 debitur perseroan.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan, dalam perjalanannya, portofolio restrukturisasi tersebut mengalami penurunan baki debet karena pembayaran dan lainnya.
"Sehingga di akhir Maret 2021, porsi restrukturisasi tinggal sebesar Rp94,5 triliun," kata Siddik, dalam konferensi pers, Selasa (27/4).
Siddik menjelaskan, debitur yang terpengaruh dan terdampak pandemi ini ada di berbagai macam sektor. Akan tetapi, yang paling memerlukan restrukturisasi, ada di sektor pariwisata, perhotelan, transportasi, konstruksi, dan properti.
Adapun dalam pengelolaan restrukturisasi ini, Bank Mandiri membagi portofolio risiko debitur ke dalam tiga klasifikasi, yaitu tinggi (high risk), sedang (medium risk), dan rendah (low risk).
Menurutnya, proporsi debitur high risk perseroan saat ini sebesar 11%. Debitur tersebut, adalah debitur yang harus ditangani dengan baik oleh bank berlogo pita emas ini, sehingga tidak turun (downgrade) ke kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).
Dari portofolio restrukturisasi sebesar Rp94,5 triliun tersebut, Siddik menyebut ada 0,9% dari portofolio yang didowngrade menjadi NPL.
Sementara 30% hingga 40% debitur masuk klasifikasi medium risk, yang memerlukan bantuan perpanjangan restrukturisasi.
Adapun sebagai antisipasi penurunan kualitas kredit serta peningkatan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) kredit setelah masa relaksasi selesai, Siddik mengatakan pihaknya telah mencadangkan CKPN lebih tinggi dari yang dipersyaratkan oleh regulator.
"Pada posisi akhir Maret, kami telah mengalokasikan CKPN 10% dari total baki debet portofolio restrukturisasi kredit pandemi. CKPN coverage untuk debitur restrukturisasi yang ada di high risk itu 49,9%," ucapnya.