close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petugas Bank Negara Indonesia (BNI) cabang Meulaboh memperlihatkan uang pecahan baru di Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Selasa (5/5/2020). Foto Antara/Syifa Yulinnas/foc.
icon caption
Petugas Bank Negara Indonesia (BNI) cabang Meulaboh memperlihatkan uang pecahan baru di Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Selasa (5/5/2020). Foto Antara/Syifa Yulinnas/foc.
Bisnis
Rabu, 28 September 2022 08:34

BNI akui belum bisa mundur dari sektor nonhijau

Meski dukung transisi ekonomi hijau, BNI akui belum bisa mundur dari sektor nonhijau.
swipe

Komitmen PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk terhadap sektor keuangan hijau akan terus dilakukan dengan program transisi secara perlahan. Ini disampaikan oleh Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (27/9). 

Sektor keuangan atau ekonomi hijau, menurutnya, sudah sejalan dengan target pemerintah Indonesia yang menargetkan nol emisi karbon (net zero emission/NZE) pada 2060.

“Untuk ekonomi hijau kami tidak bisa mundur. Tapi kami akan buat program transisi secara perlahan. Tapi kita juga tidak mau melangkah lebih cepat karena kalau terlalu cepat maka biayanya terlalu mahal,” ujar Royke dalam paparannya di RDP dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (27/9).

Menurut Royke, transisi tetap dilakukan walau secara perlahan agar perseroan memiliki pengalaman yang cukup ke depan. Ini selaras dengan tuntutan pemegang saham atau investor minoritas yang mendorong BNI untuk mengurangi pembiayaan di sektor nonhijau. Namun Royke mengatakan, tak akan sepenuhnya mengikuti kemauan investor minoritas tersebut, karena hingga saat ini perekonomian Indonesia masih banyak ditopang oleh sektor nonhijau.

“Ekonomi kita masih banyak di sektor nonhijau, kalau beberapa bank Himbara (Himpunan Bank Negara) mundur dari sektor nonhijau, tentu penerimaan negara akan drop. Jadi kita akan balancing supaya transisi ekonomi hijau kita jalankan secara bertahap,” tuturnya.

Di sisi lain, Royke juga menyampaikan program penerbitan green bond yang dilakukan BNI dan menjadi green bond berdenominasi rupiah pertama di Indonesia tidak dihargai di pasar lokal.

“Isu green bond di lokal tidak dihargai. Jadi ini masukan saja, tidak ada insentif bunga lebih rendah untuk isu green bond ini,” kata Royke.

Menurut Royke, penerbitan green bond akan tetap berjalan untuk mempersiapkan pertumbuhan ekonomi hijau ke depannya. Apalagi keputusan pemerintah mencapai nol emisi karbon terus diupayakan yang salah satunya dengan pelarangan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

Larangan pengembangan PLTU ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Perpres ini telah efektif berlaku sejak diundangkan, yaitu 13 September 2022. Berkaitan dengan Perpres tersebut, menurut Royke, menjadi bukti adanya potensi ekonomi hijau di Indonesia akan terus tumbuh.

“Sekarang sudah mulai banyak (program ekonomi hijau) sejak Presiden melarang power plant batu bara. Arah konversi itu kan mulai jalan, jadi kita lihat potensinya tidak akan kurang lah bisnis di ekonomi hijau ini. Jadi tidak salah kalau kita sudah mulai (program transisi) berangkat,” tutur Royke.

Dari sisi internal perseroan, Royke menyebut, BNI juga telah mendorong transisi ekonomi hijau dengan memberikan insentif pada karyawan untuk melakukan kredit mobil listrik.

“Internal akan kita paksa untuk kita arahkan ke mobil listrik, walaupun mobil listriknya juga belum tersedia banyak. Kita juga akan kerja sama dengan PLN untuk pemasangan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU)."

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan