BNI terus mendukung upaya pemerintah serta regulator dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional. Di
Direktur Utama (Dirut) BNI, Royke Tumilaar, menyatakan, salah satunya melalui penurunan suku bunga kredit untuk meningkatkan pertumbuhan kredit.
"Terkait dengan penurunan suku bunga tersebut, BNI senantiasa sesuai dengan apa yang menjadi diskusi kami dengan regulator tentunya," ujar Royke dalam acara BeritaSatu Economic Outlook 2022 secara virtual, Senin, (22/11).
Royke menjelaskan, sebagai perusahaan publik BNI juga memiliki target kinerja sehingga perlu menyusun strategi yang tepat agar penurunan suku bunga kredit tidak mengganggu kinerja yang telah direncanakan.
"Saat ini, suku bunga kredit boleh dikatakan sudah merupakan suku bunga yang relatif sangat rendah untuk di semua segmen," ucapnya.
Dia menerangkan, dalam menghadapi tren suku bunga kredit serta menjalankan pemberian stimulus restrukturisasi bagi debitur, BNI juga mempunyai strategi untuk mengoptimalkan laba.
Adapun, laba BNI pada kuartal ke-III-2021 mencapai Rp7,7 triliun atau tumbuh 79,3% (yoy). Pencapaian ini tidak lepas dari upaya BNI untuk melakukan manajemen portofolio yang disiplin serta perkembangan layanan digital yang mendorong pencapaian dana CASA dan fee base income relatif naik cukup tinggi.
"Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, BI, dan OJK saat ini sudah terbukti efektif dapat memacu pertumbuhan kredit dengan suku bunga yang relatif rendah," tuturnya.
Hal ini, kata dia, dapat terlihat dari secara nasional kredit perbankan sekarang sudah positif 1,1% pertumbuhan secara (yoy) per Agustus 2021 dan suku bunga kredit produktif terus menurun (modal kerja dan investasi) sudah single digit atau relatif mendekati 8%.
"Jika pemulihan ekonomi terus berlanjut, BNI memproyeksikan pertumbuhan kredit relatif bisa mendekati dua digit di tahun depan," ucapnya.
Royke mengungkapkan, ada sejumlah hal yang harus diwaspadai yaitu potensi kenaikan suku bunga The Fed yang diprediksi akan naik pertengahan tahun depan, sehingga memungkinkan BI akan ikut menaikan suku bunga acuan.
Kenaikan ini, menurutnya, berdampak kepada cost of fund dan dana pihak ketiga perbankan. Jadi, untuk mendukung pertumbuhan kredit dengan suku bunga rendah, kebijakan relaksasi yang diberikan BI terkait dengan Giro Wajib Minimum (GWM) dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) diharapkan dapat diperpanjang untuk menekan biaya cost of fund perbankan.
"BNI akan tetap tumbuh lebih agresif di tahun depan dengan suku bunga yang bertahan dengan cost of fund yang rendah, sehingga kita bisa melayani nasabah dengan suku bunga yang rendah. Dan kami juga melakukan banyak efisiensi dengan mendigitalkan banyak proses untuk menjangkau banyak masyarakat supaya bisa terlayani dengan layanan perbankan BNI," tutupnya.