Konflik antara Israel dan Palestina tak kunjung usai. Aksi boikot produk terkait Israel terus menggaung di dunia. Sejumlah perusahaan yang menjadi sasaran boikot mulai ketar-ketir menyusul berkurangnya penjualan dan pendapatan secara signifikan.
Salah satunya, gerai makanan terbesar di dunia McDonald’s yang mencatat penurunan penjualan pertama kalinya selama hampir empat tahun.
Dikutip Reuters, CEO McDonald’s, Chris Kempczinski mengatakan anjloknya penjualan tak hanya terjadi di Timur Tengah. Tetapi juga di Prancis serta negara mayoritas berpenduduk muslim seperti Malaysia dan Indonesia.
Bisnis McDonald's di Amerika Serikat (AS) juga mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan. Menurut Placer.ai yang dikutip Wells Fargo, transaksi jual-beli di negara tersebut merosot pada Oktober sebesar 13%. Di November dan Desember turun masing-masing 4,5% dan 5%.
Sementara itu, Starbucks memangkas asumsi penjualan tahunan di 2024 akibat lesunya bisnis di Timur Tengah. Permintaan di Januari yang makin melemah dan melambatnya pemulihan bisnis di China diperkirakan akan berdampak terhadap kinerja kuartal kedua.
Diketahui, ekonomi China sedang melambat dan menjadi akar segala perlambatan ekonomi global. Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) meramal penurunan ekonomi di Negara Tirai Bambu akan terus berlanjut hingga empat tahun ke depan. Pasalnya, negara dengan perekonomian terbesar kedua dunia itu menghadapi sejumlah tantangan mulai dari populasi penduduk yang menua dengan cepat, tingginya tingkat pengangguran, dan krisis properti.
CEO Starbucks, Laxman Narasimhan mengatakan perusahaan melihat konflik Israel dan Palestina berdampak signifikan terhadap transaksi dan penjualan di Timur Tengah. Hal itu juga berpengaruh hingga ke AS lantaran sejumlah konsumen melancarkan protes dan boikot yang meminta perusahaan mengambil sikap terhadap konflik ini.
Padahal, jaringan kopi terbesar di dunia itu telah merilis pernyataan melalui situs webnya pada 2023 lalu. Starbucks menegaskan mereka merupakan organisasi non-politik dan menepis rumor yang menyebut kalau perusahaan memberikan dukungan kepada pemerintah atau Israel.
Starbucks juga memitigasi dampak boikot di AS dengan gencar melakukan penawaran promosi. Namun, seorang eksekutif perusahaan bilang, upaya ini membutuhkan waktu untuk menahan penurunan penjualan.
Perusahaan kini memperkirakan pendapatan penjualan baik secara global maupun di AS akan naik antara 4% dan 6%, atau turun dari kisaran pertumbuhan sebelumnya sebesar 5% hingga 7% dalam setahun penuh.
Di sisi lain, penjualan di China naik 10% pada kuartal terakhir 2023, membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 5%. Meski demikian, Starbucks bilang pemulihan masih lebih lambat dari ekspektasi karena konsumen di negara tersebut menjadi lebih berhati-hati dalam berbelanja.
Di segmen internasional, mencatat kenaikan sebesar 7% pada penjualan toko yang sama, meleset dari perkiraan analisis yang sebesar 12,07% dan mendorong pertumbuhan penjualan toko secara global sebesar 5% di bawah ekspektasi kenaikan 6,98%.
"Hasil penjualan tersebut lebih baik daripada yang dikhawatirkan menyusul adanya aksi jual saham baru-baru ini...sepertinya ada rencana yang jelas meskipun ada hambatan besar," ujar analis Stephens, Joshua Long.