Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Antam Novambar memastikan aktivitas perkantoran di kementeriannya berjalan seperti biasa usai ditetapkannya Menteri KKP Edhy Prabowo sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (25/11).
"Kami pastikan, layanan terhadap masyarakat tetap berjalan,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (26/11).
Dia menjelaskan, ketentuan tersebut tertuang dalam Surat Edaran nomor B-835/SJ/XI/2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Perkantoran di Lingkup KKP yang ditandatangani oleh dirinya sendiri pada 25 November 2020.
"Seluruh pegawai di lingkungan KKP agar tetap bekerja seperti biasa dan melaksanakan tugas secara optimal dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, menjaga kesehatan, baik di rumah, di perjalanan, dan di tempat kerja," ujarnya.
Antam juga meminta para pegawai tetap fokus dan semangat dalam bekerja, serta menjaga soliditas internal KKP. Ia juga meminta para pegawai menghargai proses hukum yang sedang berjalan di KPK.
"Kita fokus saja bekerja, melayani masyarakat," ucapnya.
Sementara itu, dalam rangka efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi KKP, Menteri Sekretaris Negara sesuai arahan Presiden Joko Widodo, telah mengeluarkan surat tertanggal 25 November 2020 yang berisi penunjukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim.
Penugasan ini berlaku hingga ditetapkannya Pelaksana Harian (Plh.) Menteri Kelautan dan Perikanan dengan Keputusan Presiden. Berkenaan dengan status hukum Menteri Edhy, KKP telah berkoordinasi dengan pihak terkait dalam rangka penanganan hukumnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Menteri KP Edhy Prabowo sebagai tersangka dugaan suap ekspor benih lobster. Selain Edhy, ada enam orang lainnya yang turut ditetapkan sebagai tersangka, satu di antaranya adalah pemberi suap.
Mereka adalah Staf Khusus Edhy Prabowo, Safri Muis, pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi, staf istri Menteri KP, Ainul Faqih, Amiril Mukminin, Stafsus Edhy, Andreau Pribadi Misanta, dan Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito.
Berdasarkan laporan KPK, Edhy Prabowo menerima suap dari Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama, Suharjito. Tujuannya agar perusahaan Suharjito ditetapkan sebagai eksportir benih lobster melalui forwarder, PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Perusahaan ini merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Dus, sejumlah perusahaan eksportir benih lobster harus menggunakan jasa PT ACK dengan tarif Rp1.800 per benih.
Perusahaan-perusahaan yang berminat kemudian mentransfer uang kepada PT ACK dengan total Rp9,8 miliar. Uang tersebutlah yang diduga kuat, dijadikan suap untuk Edhy Prabowo.
Berdasarkan temuan KPK, Edhy menerima Rp3,4 miliar dari PT ACK beserta US$100.000 atau setara Rp 1,41 miliar dari Suharjito. Dengan demikian, total yang ia terima sebesar Rp 4,8 miliar.