close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pengeboran. Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi pengeboran. Foto Pixabay.
Bisnis
Sabtu, 05 Desember 2020 22:47

Pendapatan negara turun saat BP Migas dibubarkan

Pendapatan negara dari migas sejak 2015 disebut turun, tidak lebih dari US$10 miliar hingga US$12 miliar.
swipe

Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) telah dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2012 lalu. Pembubaran tersebut dilakukan dengan pertimbangan BP Migas sebagai representasi negara tidak menjalankan amanat pasal 33 UUD 1945.

Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Rubiandini menilai keputusan MK yang membubarkan BPH Migas adalah keputusan yang bernuansa politis. Menurutnya, MK terpengaruh oleh data yang salah dan berkembang di masyarakat yang menyebut 85% migas sudah dikuasai asing.

Rudi menjelaskan saat itu sekitar 85% produksi migas datang dari lapangan yang dikelola oleh international oil corporation (IOC). Padahal nyatanya, kata dia, lapangan migas, baik dari luas, banyaknya sumur, atau dari jumlah lapangan, dikuasai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta nasional.

"Tetapi kemampuan produksi yang non-internasional tadi sangat rendah, sehingga produksi asinglah yang besar dan persepsi masyarakat digiring, seolah-olah migas dikuasai asing," kata Rudi, Sabtu (5/12).

Sebagai akibatnya, pembubaran BP Migas langsung mengurangi kepercayaan internasional ke pemerintah Indonesia. Namun, menurutnya, pemerintah beruntung karena dalam waktu yang tidak lama bisa mengambil alih bisnis hulu migas dan membuat SKK migas.

"IOC sudah pergi meninggalkan RI dan tidak mudah menarik kembali mereka. Plus yang masih tertinggal di RI akan pergi atau setidaknya meminta syarat yang berat," ujar dia.

Hal tersebut, kata Rudi, membuat produksi migas meluncur turun dan pendapatan negara juga ikut berkurang. Dia menyebut, setelah pembubaran BP Migas, investasi di hulu migas setiap tahun terus mengalami penurunan.

Akibatnya, pendapatan negara dari migas sejak 2015 ikut meluncur turun, tidak lebih dari US$10 miliar hingga US$12 miliar. Padahal, lanjut dia, pendapatan negara dari migas sebelumnya bisa menyentuh US$30 miliar.

"Bahwa mau berkilah, 'kita kan tidak hanya mendapatkan uang, tapi kesejahteraan rakyat jadi utama.' Jangan lupa, pendapatan dari migas itu penentu, walaupun sudah turun proporsinya. Oleh karena itu, hati-hati, turunnya pendapatan negara dan produksi tidak mudah dikembalikan tanpa kita berkolaborasi," tuturnya. 

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan