Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurachman menyampaikan, sejalan dengan program pemerintah dalam penyaluran biodiesel 35% (B35) secara luas, maka BPDPKS bertugas dalam bidang pembiayaan. Eddy menyebut, tugas dan fungsi BPDPKS dalam hal ini adalah membayar selisih harga indeks pasar (HIP) solar dengan harga yang ada di pasaran.
“Artinya begini, kalau harga biodiesel itu lebih tinggi daripada harga solar, maka ini akan ditanggung oleh BPDPKS. Karena Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) itu diwajibkan untuk menyalurkan kepada BU BBM seperti Pertamina misalnya,” ujar Eddy dalam pemaparannya di sesi panel diskusi dalam acara Energy Corner Special B35, Selasa (31/1).
Berkaitan dengan hal itu, yang menjadi tantangan BPDPKS adalah ketersediaan dana untuk membayar selisih HIP biodiesel jika perbedaannya besar, seperti pada saat 2021. Karena selisih HIP yang besar tersebut, maka BPDPKS harus menanggung biaya sekitar Rp51 triliun.
Kondisi berbanding terbalik di 2022, Eddy bercerita, sejak Juli 2022 harga solar justru lebih tinggi sedangkan biodieselnya relatif lebih rendah. Sehingga, tidak ada selisih, bahkan negatif.
“Oleh karena itu BPDPKS sejak Juli 2022 hingga Desember kemarin, kita tidak ada yang namanya membayar karena tidak ada selisih. Tapi di Januari ini harga biodiesel sudah mulai lebih tinggi daripada solar, namun masih tidak begitu besar,” tuturnya.
Dengan kondisi harga biodiesel yang sedikit lebih tinggi daripada solar saat ini, maka Eddy memperkirakan di 2023 fluktuasi harga tidak akan terjadi terlalu banyak. Sehingga, dalam menyediakan penyaluran B35 yang ditargetkan mencapai 13,5 juta kiloliter ini dibutuhkan dana sekitar Rp30 triliun hingga Rp31 triliun.
“Dana ini telah diputuskan oleh komite pengarah dan BPDPKS juga telah mengalokasikan dana tersebut untuk memenuhi kewajiban pembayaran selisih HIP solar dan biodiesel tadi,” ucap Eddy.
Sebagai informasi, pemerintah resmi akan melakukan penyaluran bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit sebanyak 35%, ke dalam bahan bakar minyak (BBM) solar sebanyak 65% atau B35 mulai besok, 1 Februari 2023. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah memastikan untuk produksi, distribusi, dan logistik B35 akan berjalan dengan sesuai tanpa kendala.
Pada pendistribusiannya, B35 akan disalurkan melalui 112 terminal distribusi, 17 di antaranya akan dipasok oleh produsen biodiesel dan sisanya akan disuplai oleh PT Pertamina Patra Niaga (PPN) anak usaha PT Pertamina.