Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan beberapa catatan atas laporan keuangan pemerintah pusat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan pemerintah tidak dapat merealisasikan beberapa target ekonomi.
“Beberapa indikator tidak dapat tercapai, yakni pertumbuhan ekonomi hanya 5,17% dari target 5,4,%,” kata Moermahadi dalam Sidang Paripurna DPR Jakarta, Selasa (28/5).
Selanjutnya, lifting minyak hanya mencapai 778.000 barel per hari dari target sebanyak 800.000 barel per hari, dan lifting migas hanya mencapai 1.145.000 barel per hari, dari target 1.200.000 per barel.
Meskipun demikian, BPK mengaku pemerintah bisa menjaga stabilitas keuangan. Dengan realisasi inflasi sebesar 3,13% dari target 3,5%, dan tingkat bunga surat utang negara tiga bulan sebesar 5% dari target 5,2%.
Kedua, BPK juga menyoroti rasio utang pemerintah yang kian meningkat sejak 2015. Pada 2018, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 29,81% atau sudah meningkat dari tahun 2015 sebesar 27,4%.
Ketiga, BPK juga menilai realisasi belanja subsidi tahun 2018 sebesar Rp216 triliun atau melebihi pagu anggaran sebesar Rp156 triliun. Angka ini meningkat Rp50 triliun dibandingkan tahun 2017.
Kenaikan realisasi belanja subsidi tersebut terjadi karena pembayaran utang subsidi pada tahun-tahun sebelumnya sebesar Rp25 triliun, realisasi Indonesian Crude Price (ICP) tahun 2018 sebesar US$67,5 per barel, lebih tinggi dibandingkan dengan asumsi APBN sebesar US$48 per barrel.
Selain itu, kenaikan realisasi belanja juga dikarenakan nilai tukar rupiah sebesar Rp14.247 per dolar Amerika Serikat (AS), lebih tinggi dibandingkan dengan asumsi APBN sebesar Rp13.400 per dolar AS.
Kenaikan realisasi belanja juga karena terdapat penyediaan bahan bakar minyak dan listrik oleh badan usaha melalui skema subsidi maupun skema penugasan. Sehingga, pemerintah menetapkan harga jual BBM dan listrik ini di bawah harga keekonomisan.
"Pemerintah dan DPR perlu membahas skema pengelolaan keuangan dan pelaporan pertanggungjawaban yang tepat atas penetapan harga jual di bawah harga keekonomisan tersebut," kata dia.
Temuan lainnya, terkait data sumber pada pengalokasian dana desa tahun anggaran 2018 belum andal. Pengalokasian Dana Alokasi Khusus Fisik tahun anggaran sebesar Rp15,51 triliun belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Selain itu, adanya kelemahan pengendalian internal dan ketidakpatuhan dalam penatausahaan dan pencatatan kas setara kas, PNBP, belanja, piutang PNBP, persediaan, aset tetap, dan utang, terutama pada Kementerian Negara/ Lembaga.