close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Produsen tahu di Lebak mengaku usahanya terancam gulung tikar karena omzetnya menurun hingga 100% akibat sepinya pembeli yang biasanya didominasi dari Jakarta, Tangerang, Depok dan Bogor yang telah memberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Fot
icon caption
Produsen tahu di Lebak mengaku usahanya terancam gulung tikar karena omzetnya menurun hingga 100% akibat sepinya pembeli yang biasanya didominasi dari Jakarta, Tangerang, Depok dan Bogor yang telah memberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Fot
Bisnis
Selasa, 28 April 2020 11:48

BPS Banten: Kemiskinan di Banten per April berpotensi capai 8%

Prosentase kemiskinan di Banten per September 2019 hanya sebesar 4,94% atau 641.420 jiwa.
swipe

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten mencatat potensi kenaikan angka kemiskinan di Banten hingga menembus angka 8% atau sebanyak 908 ribu jiwa. Hal tersebut akibat dari dampak pandemik coronavirus atau Covid-19 yang mengakibatkan banyaknya warga kehilangan pekerjaan.

Berdasarkan data BPS Banten, prosentase kemiskinan di Banten per September 2019 sebesar 4,94% atau 641.420 jiwa.

Kepala BPS Provinsi Banten Adhi Wiriana mengatakan, secara umum pandemik corona di Banten untuk kondisi di Maret belum terlalu berpengaruh. Akan tetapi, pada April, mulai terlihat adanya dampak, di mana angka kemiskinan mulai meningkat. 

"Mungkin kami akan rilis kemiskinan dalam waktu dekat. Tetapi kondisi pada Maret 2020, dimana corona belum terlalu berdampak bagi rakyat Indonesia. Jika kondisinya pada April, pasti meningkat," kata Adhi saat dikonfirmasi, Selasa (28/4).

Jika pada September 2019 tingkat kemiskinan hanya ada di angka 4,94%. Pada April kemungkinan bisa naik ke 7% hingga 8%. Penambahan terjadi di wilayah perkotaan sebagai daerah yang paling terdampak corona, terutama Tangerang Raya. "Angka kemiskinan bisa sekitar 908 ribu jiwa," katanya.

Peningkatan kemiskinan di wilayah perkotaan terjadi karena banyak tenaga kerja harian yang tak bisa lagi bekerja. Akibatnya, mereka kehilangan pemasukan yang semestinya untuk menyokong kebutuhan sehari-hari.

"Seperti terjadi di sektor transportasi, perdagangan maupun pariwisata," tuturnya.

Sedangkan di pedesaan, diakuinya tetap turut terdampak pandemik coronavirus meski tidak terlalu besar. Terlebih, saat ini petani sedang memasuki musim panen sehingga memiliki pemasukan yang baik.

"Kemiskinan di pedesaan berpengaruh tetapi tidak terlalu besar karena saat ini masih musim panen padi. Hasil pertanian harganya sedang bagus seperti holtikultura cabai, bawang. Sementara sayur jadi tidak terlalu bagus," tuturnya.

Disinggung apakah bantuan jaring pengaman sosial (JPS) bisa membantu mereka agar tak menjadi miskin, Adhi membantahnya. Menurutnya, bantuan tersebut hanya bersifat sebagai penolong untuk bertahan hidup.

"Belum tentu, karena bantuan Rp600.000 (per KK per bulan) hanya untuk jaring pengaman sosial. Lebih ke bertahan hidup. Hidup di sekitar garis kemiskinan," ujarnya.

img
Khaerul Anwar
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan