Penambahan cuti lebaran menjadi 10 hari, dinilai akan berpengaruh positif dan negatif. Dampak positifnya bisa terlihat terhadap konsumsi pariwisata dalam skala domestik. Sedangkan dampak negatif terhadap produksi beberapa perusahaan, khususnya sektor ekspor.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan produksi akan berkurang, sebab jumlah jam kerja berkurang. Karena itu, ada baiknya pengusaha bisa mengantisipasi sebelum Ramadan.
"Ke produksi pasti akan berpengaruh, kalau ke konsumsinya pasti tidak. Jangankan itu, biasanya ekspor dan impor di Febuari cenderung berpengaruh terhadap ekspor, karena jumlah harinya sedikit," terang Suhariyanto, Senin (7/5).
Dari sisi konsumsi, sektor yang akan merasakan keuntungan disaat libur lebaran adalah sektor pariwisata. Terutama pada perhotelan, restoran, angkutan jasa tranportasi.
Pengeluaran dari turis domestik akan mendominasi, sementara turis luar negeri pengaruhnya sangat kecil.
"Turis dari luar negeri kan tidak beli oleh-oleh, sementara kita bisa beli untuk satu RT. Spendingnya jelas besar. Jadi saya bisa nyatakan spending dari wisatawan nusantara itu besar," jelas Suhariyanto.
Meski demikian, angka pertumbuhan konsumsi selama cuti lebaran belum bisa diprediksi. Sebab hal itu tergantung pada komposisi barang, switching makanan dan non makanan. Tapi, pertumbuhannya diyakini akan signifikan dibandingkan liburan lebaran sebelumnya.
Untuk diketahui, untuk kuartal I-2018 konsumsi rumah tangga tumbuh 4,95% yoy, meningkat tipis dibandingkan kuartal I 2017 yang sebesar 4,94% yoy. Angka ini menyumbang dengan komposisi sebanyak 2,71% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).