close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo (tengah) bersama Direktur Mikro dan Kecil Priyastomo (kedua kanan), Direktur Corporate Banking Kuswiyoto (kedua kiri), Direktur Konsumer Handayani (kanan) dan Direktur Hubungan Kelembagaan Sis Apik Wijayanto (kiri)
icon caption
Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo (tengah) bersama Direktur Mikro dan Kecil Priyastomo (kedua kanan), Direktur Corporate Banking Kuswiyoto (kedua kiri), Direktur Konsumer Handayani (kanan) dan Direktur Hubungan Kelembagaan Sis Apik Wijayanto (kiri)
Bisnis
Rabu, 24 Oktober 2018 21:04

BRI enggan buka kredit apartemen Meikarta

Bank BRI enggan membuka kredit pemilikan apartemen (KPA) untuk Meikarta milik Lippo Group lantaran berbagai alasan.
swipe

Bank BRI enggan membuka kredit pemilikan apartemen (KPA) untuk Meikarta milik Lippo Group lantaran kasus lingkungan.

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. menegaskan tidak menjalin perjanjian kerja sama (PKS) Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) dengan PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), induk proyek Meikarta. 

Hal tersebut sekaligus mempertegas temuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencatat angka kredit perbankan sudah tersalur untuk Meikarta mencapai Rp8 triliun. Setidaknya, ada 12 bank yang menyalurkan KPA Meikarta.

Direktur Konsumer BRI Handayani mengatakan, setiap kali pihaknya ingin menjalin kerja sama dengan perusahaan atau pengembang properti harus memastikan beberapa syarat administrasi, seperti izin peruntukan, analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), perkembangan izin mendirikan bangunan, dan lainnya.

"Tidak ada PKS sama sekali dengan Meikarta. Sampai saat ini tidak ada rencana ke depannya. Karena secara pembicaraan pun kami tidak pernah membahas Meikarta," ujar Handayani di Gedung BRI, Jakarta (24/10).

Sementara, untuk mengantisipasi agar tidak ada pelanggaran seperti yang tengah dihadapi oleh Meikarta, Handayani menjelaskan, BRI akan menyediakan skema klausul buyback atau pembelian kembali. 

Menurutnya, ketika proyek tersebut masih Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan belum ada Akta Jual Beli (AJB), BRI selalu mengajukan klausul buyback. Tentu saja sebelum menjalin kerja sama dengan pengembang, syarat minimal sudah harus dipenuhi.
 
"Adapun syarat lainnya seperti, sudah dilakukan permohonan pembebasan lahan, peruntukan lahan, itu semua suratnya harus sudah lengkap dulu baru kami lakukan perjanjian kerja sama," ungkapnya.
 
Akan tetapi, lanjut Handayani, tidak menutup kemungkinan ada debitur yang mengajukan pembiayaan kepada Meikarta. "Biasanya BRI sudah membuat kerja sama dulu dengan pengembang, terutama yang belum ready stock," imbuhnya.

Pasalnya, memang ada ketentuan, apabila tidak ready stock maka harus ada buyback. Hal serupa juga akan dilakukan apabila ternyata ada pemisahan sertifikat kepemilikan lahan. 
 
"Karena untuk menjadi AJB pasti membutuhkan banyak waktu. Sehingga akan ada klausul itu," ujar Handayani. 
 
Menurut dia, banyak hal yang dijadikan bahan kajian atau review sebelum menjalin kerja sama dengan pengembang, misalnya rekam jejak, performance, kemudian dokumen yang wajib dilengkapi. 

"Hal tersebut dijadikan mitigasi risiko agar hal yang tidak diinginkan tidak terjadi di kemudian hari," pungkasnya.

Capaian kredit

Sementara itu, emiten bersandi saham BBRI tersebut mencatatkan penyaluran kredit hingga akhir September 2018 senilai Rp808,9 triliun atau naik sebesar 16,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp694,2 triliun. 

Angka tersebut lebih tinggi dibanding pertumbuhan kredit perbankan nasional pada September 2018 sebesar 12,6%. 

"Dari segi komposisi penyaluran kredit Rp808,9 triliun ditopang kredit mikro sebesar Rp266,6 triliun atau tumbuh 16,3%, konsumer Rp127,3 triliun atau tumbuh 17,6%," ujar Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo dalam paparan kinerja kuartal III-2018 BRI. 

Sementara kredit ritel dan menengah sebesar Rp227 triliun atau tumbuh 16,3%, untuk kredit korporasi sebesar Rp187,1 triliun atau tumbuh 16,5%. 

Adapun sebesar 76,9% dari total kredit BRI senilai Rp621,8 triliun disalurkan ke segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga akhir September 2018. 

Selain itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) gross BRI tercatat sebesar 2,5%. NPL tersebut lebih kecil dibandingkan NPL industri perbankan Indonesia yang berada pada kisaran 2,7%.

Kemudian, untuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga akhir September 2018 tercatat sebesar Rp79,7 triliun ke 3,4 juta debitur. "Dari total Rp69 triliun KUR yang berhasil disalurkan selama sembilan bulan, 42% diantaranya disalurkan ke sektor produktif," pungkas Haru.

img
Eka Setiyaningsih
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan