PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) berharap restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 yang dilakukan perseroan sejak tahun lalu, bisa turun secara konsisten hingga akhir tahun.
Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto mengatakan, puncak restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 di BRI terjadi pada September 2020. Saat itu, kata Agus, jumlah debitur yang direstrukturisasi BRI mencapai hampir 3 juta.
"Tepatnya 2,97 juta debitur, dengan outstanding kredit kurang lebih Rp193 triliun," kata Agus, Kamis (25/3).
Namun, jumlah tersebut terus menurun sejak Oktober 2020, dan konsisten turun sampai Desember 2020. Bahkan, di Januari dan Februari 2021, jumlah debitur UMKM yang meminta restrukturisasi terus turun.
BRI mencatat hingga Februari 2021, jumlah debitur restrukturisasi perseroan mencapai 2,71 juta, dengan outstanding senilai Rp189,3 triliun.
"Perkembangan ini semoga konsisten sampai akhir tahun, sehingga di akhir Desember total portofolio yang kami restrukturisasi karena Covid-19 bisa turun secara konsisten," ujarnya.
Sementara Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto menuturkan, sejak Maret 2020, restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 BRI telah turun Rp30 triliun hingga saat ini. Catur menjelaskan, outstanding kredit terdampak Covid-19 pada Maret 2020 mencapai Rp219 triliun.
Catur optimistis penurunan restrukturisasi ini akan berdampak pada terjaganya kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) bank pelat merah ini hingga akhir tahun. Apalagi, kata dia, dengan dilakukannya vaksinasi sehingga pembatasan sosial bisa dilonggarkan, aktivitas bisnis bisa berjalan lebih baik dibanding 2020.
Seperti diketahui, NPL BRI pada 2020 tercatat sebesar 2,9%.
"Kami optimistis 2021 dengan adanya vaksin ini akan membaik, sehingga harapan kami NPL bisa dipertahankan di bawah 3%," ucapnya.